Oleh: Asyari Usman*
Berandai-andai sejenak. Berandai sambil membayangkan kampaye akbar Prabowo di stadion Gelora Bung Karno (GBK), kemarin (7 April 2019). Kampanye ini berlangsung pecah-bludak. Dengan lautan manusia. Di dalam maupun di luar stadion.
Sebelum di GBK, setiap acara silaturahmi dan kampanye terbuka yang digelar oleh Pak PS dan Bang Sandi, tidak pernah tergelar tanpa lautan manusia. Hebatnya lagi, merek yang hadir tidak ada satu pun yang diberi imbalan oleh tim Prabowo-Sandi. Mereka datang sediri. Dengan biaya sendiri. Bahkan mereka masih mau berbagi. Mereka mengumpulkan donasi. Untuk aktivitas Prabowo-Sandi.
Tidak seperti kampanye atau acara kumpul-kumpul orang lain. Orang lain itu malah harus menyediakan berbagai fasilitas agar warga mau datang. Ada bingkisan. Ada bagi-bagi “kertas”, dsb.
Seandainya kampanye Pak Jokowi di mana-mana mendapatkan sambutan gegap-gempita, suka rela, seperti kampanye Pak Prabowo, kira-kira apa yang akan terjadi? Ada yang bisa membayangkannya?
Pertama, saya yakin pastilah lembaga-lembaga survey, terutama LSI Denny JA, akan mengklaim hasil survey mereka seperti ini: Jokowi 92%, Prabowo 8%. Mengapa? Karena, dalam posisi Prabowo menguasai grass-root (lapangan) saja pun, mereka masih tetap ‘berani’, tak malu-malu, memberikan angka 57% untuk Jokowi. Konon pula kampanye atau silaturahmi Jokowi membludak. Gemparlah pasti hasil survey mereka.
Tapi, kenyataan menunjukkan bahwa panitia kampanye 01 di mana-mana mengalami kesulitan untuk menghadirkan massa. Padahal, panitia menyediakan fasilitas transpor berkelas. Ada nasi kotak juga. Dan bahkan ada insentif segala. Orang tetap tak tertarik untuk hadir.
Seandainya seperti kampanye Prabowo, pastilah lembaga-lembaga survey itu akan merilis (buat konprensi pers) kelang hari atau dua kali seminggu untuk mengumumkan posisi Jokowi 92% itu.
Kedua, media besar Projo pasti akan gembira jungkir-balik. Mengulang-ulang angka 92% setiap hari. Pastilah kampanye gegap-gempita Jokowi itu akan dibahas dari pagi sampai petang, dari sore sampai malam. Semua media akan menyimpulkan bahwa Jokowi dua periode plus. Plus periode ketiga.
Yang ketiga, pastilah ketua timses Jokowi, Erick Thohir, akan keluar-masuk studio televisi untuk menyampaikan pesan bahwa Jokowi sudah menang besar. Erick akan mengklaim bahwa timsesnya sukses. Dia juga membayangkan posisi penting di kabinet kedua Jokowi. Sekarang, yang terbayangkan Erick adalah posisi yang menyeramkan. Akan dikejar oleh macam-macam.
Keempat, kalau kampanye mereka penuh-sesak, ada kemungkinan kubu Pak Jokowi akan merayakan kemenangan sebelum hari pencoblosan. Mereka percaya diri untuk berpesta. Ada kemungkinan juga mereka akan menghentikan kampanye karena yakin menang besar.
Alhadulillah, kampanye membludak, penuh-sesak, yang dilakukan oleh Prabowo-Sandi tidak pernah mereka bangga-banggakan. Sebaliknya semua itu mereka rasakan sebagai beban berat mandat rakyat.
Begitulah gambaran (mungkin lebih cocok “hayalan”) tentang kubu 01 seandainya kampanye Jokowi berlangsung seperti kampanye Prabowo.
*) Penulis adalah wartawan senior