GELORA.CO - Kontroversi hasil quick count enam lembaga survei yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi di Indonesia tidak hanya menimbulkan keresahan di masyarakat, tapi juga mengundang timbulnya konflik horizontal.
Lieus mengatakan, keenam lembaga survei itu nyata-nyata telah melakukan kebohongan publik dan ironisnya pihak stasiun TV, mungkin karena di bawah tekanan rezim, tanpa reserve menayangkan kebohongan itu secara telanjang.
“Bayangkan, ada 40 lembaga survei yang mendapat rekomendasi dari KPU untuk menyelenggarakan quick count. Tapi hanya enam lembaga itu yang dirilis hasilnya di TV. Kalau tak ada apa-apanya, pastilah quick count ke-40 lembaga survei itu ditayangkan juga,” kata koordinator Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi, Lieus Sungkharisma, Kamis (18/4).
Pasalnya, quick count enam lembaga survei itu berbeda jauh dengan quick count lembaga survei lainnya. Bahkan juga berbeda dengan real count yang diselenggarakan oleh masing-masing partai peserta pemilu dan pendukung capres.
“Apalagi keresahan akibat quick count itu tidak hanya terbaca di media sosial, tapi telah sampai ke warung-warung kopi dan sangat berpotensi konflik. Masyarakat saling bersitegang satu sama lain dan satu saat konflik itu bisa saja pecah secara terbuka,” ujar
Oleh karena itu Lieus berpendapat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus segera menghentikan tayangkan quick count dari enam lembaga survei di layar televisi itu.
“Tayangan itu lebih banyak mudaratnya dan berpotensi memecah belah anak bangsa. Apalagi semua orang tahu orang-orang yang berada di balik ke enam lembaga survei itu adalah orang-orang yang pernah diajak makan oleh Jokowi ke Istana Negara,” kata Lieus.[sw]