GELORA.CO - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu menuding makin banyak penyebaran berita palsu atau hoax mendekati pemilihan umum calon legislatif, presiden dan wakil presiden pada 17 April 2019, karena terstruktur, masif dan sistematis, yang ujungnya ingin mendelegitimasi penyelenggara pemilu.
Salah satunya hoax tujuh kontainer yang sudah tercoblos untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, belum lama ini, serta baru-baru ini, soal larangan azan dan legalisasi LGBT di Karawang, Jawa Barat.
Mengutip Mafindo dari Kabar Petang tvOne, beberapa waktu lalu, menyebutkan ada tujuh klasifikasi hoax yang tersebar di masyarakat. Ketujuhnya yaitu, pertama, satir / parodi. Hoax ini tidak ada niat jahat, namun bisa mengecoh.
Kedua, false connection atau judul berbeda dengan isi berita. Ketiga false context atau konten disajikan dengan narasi konteks yang salah. Keempat, misleading content atau konten dipelintir untuk menjelekkan.
Selanjutnya, imposter content atau tokoh publik dicatut namanya. Keenam, manipulated content atau konten yang sudah ada diubah untuk mengecoh. Terakhir, fabricated content atau 100 persen konten palsu.
Kemudian, untuk periode Januari-Februari 2019, terdapat 81 konten hoax yang membahas soal pemilu, dan sebanyak 19 konten hoax soal politis. Adapun jumlah kampanye hitam terhitung sejak September 2018 hingga Januari 2019 mencapai 1.257.
Sementara itu, jagat media sosial kembali riuh dengan cuitan akun Twitter @Opposite6890. Akun ini menuding Kepolisian Negara Republik Indonesia ikut terlibat mengerahkan pasukan buzzer untuk mendukung salah satu pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019.
Akun ini membongkar bahwa kepolisian mengerahkan ratusan anggota untuk menjadi tim buzzer mulai dari Polres sampai Mabes Polri, bahkan membentuk 100 polisi buzzer di setiap Polres.
Dalam pelacakan akun @Opposite6890, Kamis, 7 Maret 2019, ditemukan jaringan buzzer polisi se-Indonesia saling mengikuti (follow) di media sosial, yakni di Twitter, Instagram dan Facebook. Akun yang mengorganisir ini bernama @AlumniShambar.
Akun ini dalam penelusuran cuma mengikuti satu akun saja yakni akun resmi Presiden Joko Widodo. Akun @Opposite6890 membongkar bahwa ratusan buzzer polisi ini menggunakan aplikasi Sambhar dalam penyebaran pesan dan koordinasi.
Dalam investigasinya, berkas paket aplikasi Android (APK) aplikasi tersebut ternyata dilacak beralamat pada IP milik Mabes Polri. Anehnya, begitu narasi buzzer ini terbongkar, akun @AlumniShambar langsung lenyap dan jejaknya menghilang dari dunia maya.
Dalam penelusuran akun tersebut sudah tak tersedia di media sosial dari Twitter sampai Instagram. Malahan, penyelidikan akun @Opposite6890, ditemukan akun @AlumniShambar berubah menjadi @demodulatoroid. Akun @Opposite6890 mengungkapkan, APK Sambhar hanya bisa diunduh dari website mysambhar.com.
Video:
Video: