GELORA.CO - Isi rekaman cockpit voice recorder (CVR) Lion Air PK-LQP mengungkap fakta baru soal apa yang terjadi sesaat sebelum pesawat itu jatuh pada Oktober 2018 lalu. Salah satunya tentang kepanikan di kokpit.
Tiga sumber yang mengetahui isi rekaman CVR tersebut berbicara kepada Reuters dan dipublikasikan pada Rabu (20/3/2019). Ini adalah pertama kalinya isi CVR terungkap ke publik. Reuters sendiri tidak memiliki rekaman maupun transkrip dari isi CVR.
Isi rekaman CVR ini merupakan fakta baru setelah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis preliminary report pada November 2018 lalu. Dalam laporan itu, pilot memegang kontrol sementara kopilot bertanggungjawab atas radio. Setelah 2 menit terbang, kopilot melaporkan ada 'flight control problem' ke ATC dan pilot berniat menjaga ketinggian pada 5.000 kaki.
Lion Air PK-LQP (Foto: Paul Christian Gordon/Lion Air) |
Masih dalam laporan KNKT, masalah yang dilaporkan kopilot itu tidak disebutkan spesifik. Tetapi, sumber pertama Reuters mengatakan 'airspeed' disebutkan di CVR sementara sumber kedua mengatakan ada masalah yang muncul di indicator display pilot, tapi tidak muncul di display kopilot.
Sumber pertama Reuters mengatakan pilot meminta kopilot mengecek buku pegangan referensi cepat yang berisi ceklis untuk peristiwa abnormal. Suasana di dalam kokpit disebut penuh kepanikan.
Dalam 9 menit berikutnya, sistem pesawat memberi tahu pilot bahwa pesawat dalam kondisi sttall dan mendorong hidung pesawat ke bawah sebagai responsnya. Pilot berusaha untuk menaikkan hidung pesawat tetapi komputer masih salah mendeteksi stall. Akibatnya, hidung pesawat terdorong ke bawah oleh sistem trim pesawat. Normalnya, trim berguna untuk menyesuaikan permukaan pesawat sehingga tetap terbang lurus.
Di penghujung penerbangan sebelum jatuh, pilot meminta kopilot untuk menerbangkan pesawat sementara dia mengecek buku panduan untuk mencari solusi. Sekitar satu menit sebelum pesawat hilang dari radar, pilot meminta ATC untuk mem-clear-kan lalu lintas sekitarnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki yang kemudian disetujui. Sumber-sumber Reuters mengatakan ketika pilot masih berusaha menemukan prosedur yang tepat dalam buku pegangan, kopilot tidak dapat mengendalikan pesawat Lion Air PK-LQP itu.
Mesin Lion Air PK-LQP / Foto: Pradita Utama |
Tiga sumber Reuters mengatakan pilot asal India, Bhavye Suneja, terdiam di detik-detik terakhir pesawat mengudara. Sementara itu, kopilot asal Indonesia, Harvino, megucapkan 'Allahuakbar!'. Pesawat tersebut kemudian jatuh ke perairan Karawang dan menewaskan 189 orang di dalamnya. Bagi seorang muslim ucapan takbir memang bisa dilontarkan baik dalam kegiatan sehari-hari maupun ketika ada kejadian tertentu. Ucapan ini merupakan bentuk ekspresi pengakuan kebesaran akan Allah, baik itu di momen positif maupun situasi terdesak.
Kembali ke laporan KNKT pada November 2018 lalu, Digital flight data recorder (DFDR) merekam adanya hal teknis berupa perbedaan antara dua AoA (Angle of Attack) yang ada di kokpit pesawat Lion Air PK-LQP. Belakangan juga diketahui, persoalan di Lion Air PK-LQP itu mirip dengan yang terjadi pada pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh pada awal Maret ini. Tidak ada indikasi kecelakaan disebabkan karena faktor manusia.
Soal isi CVR yang diungkap oleh sumber, Reuters telah meminta konfirmasi dari Lion Air, Boeing, hingga KNKT. Juru bicara Lion Air mengatakan semua data dan informasi telah diberikan kepada pihak yang meyelidiki serta menolak berkomentar lebih lanjut.
Boeing menolak berkomentar kepada Reuters karena investigasi sedang berjalan. Pekan lalu, Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan laporan investigasi bisa dirilis pada bulan Juli atau Agustus. Pada hari Rabu (20/3) ini, dia menolak berkomentar soal isi CVR dan mengatakan bahwa isinya belum dipublikasikan. [dtk]