KPK Akui Sedang Pelototi BUMN yang Garap Proyek LRT Palembang

KPK Akui Sedang Pelototi BUMN yang Garap Proyek LRT Palembang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pembangunan proyek infrastruktur era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menuai sorotan. Salah satu yang paling disorot adalah proyek kereta api ringan (Light Rail Transit (LRT) Palembang.

Bahkan, sejak November tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menguliti dugaan korupsi di tubuh perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang menggarap proyek LRT Palembang tersebut.

Lembaga anti rasuah itu mengendus adanya kejanggalan pengerjaan proyek perusahaan pelat merah berkode saham WSKT.

Pasalnya, pembangunan LRT Palembang dinilai merugikan negara lantaran tingginya biaya operasional, sementara pendapatannya minim.

Proyek LRT Palembang kian disorot publik setelah KPK menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan fiktif oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk. 

PT Waskita Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi. 

Sejumlah lokasi yang digeledah yakni, Kantor Pusat PT Waskita Karya Jl MT Haryono Kavling 10, Cawang, Jakarta Timur; Kantor Divisi III PT Waskita Karya di Surabaya, Jawa Timur; beberapa kantor perusahaan subkontraktor di Jakarta, Surabaya, dan Bekasi pada akhir tahun lalu.

Sontak, pasca Kantor PT Waskita Karya diobrak-abrik penyidik KPK terkait sejumlah proyek fiktif itu, diyakini KPK juga akan menyasar proyek LRT Palembang. Hal ini, menyusul diketemukannya dokumen terkait yang diduga bermasalah.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan, sesuai SOP, KPK pasti akan menindaklanjuti setiap ada data korupsi yang diketemukan pada saat melakukan kegiatan penggeledahan. 

Apalagi, sesuai janji pimpinan KPK akan memprioritaskan  korupsi di sektor infrastruktur. "Dugaan korupsi proyek LRT Palembang sudah masuk dalam radar KPK sejak lama,” kata Laode kepada wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Proyek LRT Palembang dianggap sebagai konsep sistem transportasi massal gagal. Karena LRT lebih tepat diterapkan di kota-kota padat penduduk, seperti Jakarta dan Surabaya. 

Sehingga, LRT itu dinilai sebagai sebuah konsep sistem transportasi massal yang tidak cocok untuk diterapkan di kota Palembang. Tak heran bila penumpangnya setiap hari hanya berjumlah belasan orang. 

Kondisi ini secara tidak langsung juga diamini Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. 

Berdasarkan pengakuan Budi Karya, bahwa dibutuhkan waktu setidaknya tujuh tahun agar LRT Palembang ramai penumpang. 

"Dibutuhkan waktu setidaknya tujuh tahun agar moda transportasi massal Light Rail Transit (LRT) Palembang ramai diminati. Akibatnya, Kemenhub harus mengalokasikan dana subsidi tarif per tahun sebesar  Rp 300 miliar,” ujar Budi Karya, Senin (4/3/2019) lalu. 

Proyek LRT berharga  Rp 10,9 triliun itu pun dianggap banyak pihak tidak memenuhi persyaratan untuk dibangun di Palembang. Namun, tetap terus dilaksanakan. 

Menanggapi polemik ini, Koordinator Satgas Anti Diskriminasi Hukum, Gunawan menyebut, proyek LRT Palembang sejak tahap perencanaan tidak memiliki dokumen kajian analisa kebutuhan. 

"Dalam perspektif hukum pidana, sebuah proyek sebesar LRT Palembang direncanakan tanpa memiliki dokumen analisa kebutuhan adalah merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang, yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara," kata Gunawan, Rabu (6/3/2019). 

Dengan kata lain, menurut Gunawan, tak terbantahkan bila proyek LRT Palembang ini kemudian diduga kuat mengandung unsur pidana korupsi. 

Elemen yang dapat dipakai sebagai titik bertolak untuk menghitung kerugian negara adalah pertama pada proses pengambilan keputusan penganggaran proyek sebesar Rp 10,9 trilun dan kedua, kebijakan pemberian subsidi tarif sebesar Rp.300 miliar per tahun. 

"Berdasarkan fakta ini, maka tidak ada alasan bagi KPK mengabaikan tuntutan masyarakat terkait adanya dugaan korupsi yang terjadi pada proyek LRT Palembang. Apalagi LRT sudah sering mogok," tambah Gunawan. 

Menurutnya, sudah banyak juga pihak yang meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan KPK turun tangan menelusuri dugaan proyek bermasalah tersebut. 

Diketahui, proyek LRT Palembang dikerjakan mengacu pada Perpres Nomor 116 Tahun 2015 dan Perpres 55 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan. 

Pembangunan proyek diserahkan PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan sebagai pelaksana pembangunan pra sarana LRT. Sedangkan operator LRT Palembang adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. 

Pembangunan LRT Palembang ini kurang lebih 23 kilometer dilengkapi 13 stasiun, 1 depo, dan 9 gardu listrik dengan menggunakan lebar jalur rel 1.067 milimeter (mm) dan third rail electricity 750VCD yang dimulai sejak Oktober 2015. [ts]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita