GELORA.CO - Darwati A Gani menemani suaminya, Irwandi Yusuf menghadapi pembacaan tuntutan hukuman. Ia baru pertama kali menghadiri sidang perkara suaminya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Istri pertama Irwandi itu terlihat mengenakan gaun berwarna merah muda dengan atasan bernuansa coklat. Ia menolak berkomentar mengenai kasus suaminya. Juga ketika disinggung soal pernikahan sirih Irwandi dengan Steffy Burase. "Enggak usah ya," elaknya.
Sidang pembacaan tuntutan dijadwalkan pukul 13.00 WIB. Tapi molor. Sidang baru digelar pukul 17.45 WIB.
Ketua majelis Saifuddin Zuhri meminta pembacaan tuntutan dijeda untuk salat Magrib dan istirahat. Dilanjutkan lagi pukul 19.00 WIB.
Dalam surat tuntutannya, jaksa KPK menilai Irwandi terbukti menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi sebesar Rp 1,05 miliar. Uang itu diberikan agar Irwandi mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 supaya dikerjakan kontraktor lokal Bener Meriah.
Uang suap diberikan bertahap yakni Rp 120 juta, Rp 430 juta, dan Rp 500 juta melalui Hendri Yuzal (staf khusus) dan Teuku Saiful Bahri (mantan tim sukses).
Jaksa juga menilai Irwandi terbukti dalam dakwaan kedua. Menerima gratifikasi Rp 8,71 miliar selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022.
Sejak November 2017 hingga Mei 2018, Irwandi menerima uang melalui rekening bank atas nama Muklis. Totalnya Rp 4,2 miliar.
Kemudian, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, Irwandi menerima uang melalui Steffy Burase. Jumlahnya Rp 568 juta. Fulus itu dari Teuku Fadhilatul Amri.
Amri mengirimkan uang ke rekening Steffy Burase setiap kali diperintah Saiful.
Kemudian April 2018 hingga Juni 2018, Irwandi menerima gratifikasi melalui Nizarli, Kepala Unit Layanan Pengadaan Provinsi Aceh.
Nizarli yang merangkap Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa menerima Rp 3,7 miliar. Uang itu dari mantan tim sukses Irwandi yang mendapat proyek.
Menurut jaksa, Irwandi dalam dakwaan kertiga. Menerima gratifikasi dari Board of Management KSO Nindya Sejati sebesar Rp 32,45 miliar melalui Izil Azhar, Panglima GAM wilayah Sabang.
Gratifikasi itu terkait pelaksanaan proyek pembangunan dermaga di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Gratifikasi itu tak pernah dilaporkan ke KPK dalam tempo 30 hari sejak diterima. Sehingga dianggap sebagai suap.
Jaksa menyimpulkan, perbuatan Irwandi memenuhi unsur dakwaan Pasal 12 huruf a UU Korupsi, juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kemudian, Pasal 12B UU Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Irwandi dan denda Rp 500 juta subsider 6 kurungan.
Tak hanya itu, jaksa menuntut hak politik gubernur Aceh nonaktif itu dicabut 5 tahun setelah menjalani pidana. "Terdakwa telah menciderai amanah yang diberikan oleh masyarakat Provinsi Aceh terhadapnya," kata Jaksa Ali Fikri.
Tuntutan hukuman ini sudah mempertimbangkan hal yang memberatkan maupun meringan. Yang memberatkan, Irwandi tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi, tidak mengakui dan menyesali perbuatannya.
"Sementara yang meringankan, terdakwa sopan selama persidangan dan memiliki peran penting dalam membawa perdamaian di Aceh," kata jaksa.
Pada sidang kemarin, jaksa juga membacakan tuntutan hukuman terhadap Hendri Yuzal. Staf khusus Irwandi dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Adapun terhadap Saiful Bahri, dituntut hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Keduanya dinilai terbukti menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Usai mendengarkan tuntutan, pihak Irwandi menyatakan akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi. "Baik dari pribadi terdakwa maupun dari tim penasihat hukum," ujar Santarawan Paparang, anggota tim penasihat hukum Irwandi. [rmol.]