GELORA.CO - Meski sudah lama berkecimpung di dunia politik dan bisnis, Erwin Aksa merasa sulit melepaskan bayang-bayang Jusuf Kalla (JK) dan Aksa Mahmud. Padahal, dengan paman dan ayahnya itu, dia mengaku kerap berbeda pendapat, termasuk dalam pilihan politik.
Erwin mencontohkan, saat pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2012, dia mendukung Syahrul Yasin Limpo, sedangkan JK menyokong Ilham Arif Sirajuddin. Juga ketika pemilihan Ketum Golkar 2009, JK dan Aksa Mahmud mendukung Surya Paloh, Erwin justru memilih Aburizal Bakrie.
"Jadi saya dan keluarga itu biasa saja, kami demokratis sekali," ujarnya kepada detikcom dalam acara Blak-blakan.
Terkait dukungannya kepada Sandi, Erwin menegaskan bahwa itu semata karena persahabatan. Dia membantah ada motif politik seperti mengincar kursi menteri atau Wakil Gubernur DKI di balik dukungannya tersebut.
Akankah dukungan terbuka dia itu diikuti oleh rekan-rekannya sesama pengusaha lainnya? Erwin berharap demikian. Tapi dia memahami bila kebanyakan dari mereka malu-malu, takut, atau sungkan untuk menyampaikannya secara terbuka kepada Sandiaga.
"Dari pilpres ke pilpres, biasanya banyak pengusaha yang sungkan bila tak mendukung calon incumbent (petahana). Mungkin takut nggak dapat proyek di pemerintahan," kata Erwin.
Toh begitu, lelaki kelahiran Makassar, 7 Desember 1975, itu tetap objektif. Dia memuji kepemimpinan Presiden Jokowi dalam 4,5 tahun ini. Lulusan Universitas Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, itu antara lain menyebut kesuksesan Jokowi membangun berbagai infrastruktur yang selama puluhan tahun tertinggal. Tapi dia tetap menyokong Sandiaga sebagai wujud persahabatannya yang hakiki.
Erwin juga buka-bukaan soal cerita di balik layar awal-awal pengajuan nama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat maju dan menang Pilgub DKI 2017. Juga soal pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang terpecah dalam dua kubu di pilpres ini. Ada yang mendukung Jokowi-KH Ma'ruf, ada pula kubu Prabowo-Sandi.[dtk]