Anton Tabah: Hanya Orang Pro Liberal - Komunis yang Menuduh Pendukung Prabowo sebagai Radikal

Anton Tabah: Hanya Orang Pro Liberal - Komunis yang Menuduh Pendukung Prabowo sebagai Radikal

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tokoh nasional Anton Tabah Digdoyo menyesalkan pernyataan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) KH Said Aqil Siroj (SAS) yang menyudutkan pendukung capres nomor urut 02 Prabowo Subianto sebagai kelompok radikalisme extrimisme bahkan terorisme. Saat ini pertanyaan Said Aqil tersebut telah viral di aplikasi WhatsApp (WA).

"SAS bicara begitu apa dasarnya? Apa ia tidak melihat proses pendukung 02  PS Sandi hasil ijtima' dan istikhoroh umat berbulan-bulan.  Kok ia tuduh kelompok radikalis, extrimis, dan teroris ?," tanya Anton Tabah melalui saluran telepon, Selasa (19/3/2019).

Anton memaparkan, apakah Said Aqil lupa jika untuk memutuskan mendukung paslon 02 ribuan ulama se Indonesia sampai "turun gunung" bermusyawaroh bersidang berkali-kali demi kesepakatan  ulama berbagai daerah dan umat Islam se Indonesia.  Kemudian secara bulat ijtima' ulama putuskan paslon 02 PS Sandi sebagai Capres Cawapres NKRI periode 2019 - 2024. Oleh karena itu apakah ulama-ulama tersebut juga radikal extrim dan teroris.

"Hanya orang-orang pro sekuler liberal komunis yang nuduh pendukung PS Sandi sebagai radikal xtrimis teroris," tegasnya.

Sebagai muslim, sambung Anton, pihaknya menasehati agar Said Aqil untuk tidak asal bicara. Apalagi selama ini Said Aqil terkenal asal bicara ngawur.  Bahkn syariatpun sering dengan enteng dijadikan oleh Said Aqil sebagai gurauan. Padahal itu sangat dilarang oleh Islam sesuai firman-nya (QS. 5/57) orang yang menjadikan agama gurauan itu divonis oleh Alloh sebagai Kafir. (QS. 7 ayat 50 dan 51). 

"Sampai hari ini negara belum juga bisa membuat difinisi apa itu radikal? Apalagi merumuskan. Tapi ada kelompok yang terus nyebar isue bahwa yang memperkarakan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) itu kelompok radikal extrim tidak bhineka, teroris," jelasnya. 

Padahal, lanjut Anton, kasus Ahok murni kasus penistaan agama dan penuhi unsur pasal dalam UU Penodaan Agama maupun KUHP. Oleh karenanya menuntut Ahok itu bukan karena beretnis Tionghoa atau kristen tapi karena ia menista Islam. Perbuatan Ahok juga terbukti di sidang pengadilan sehingga divonis pidana 2 tahun penjara.  Penistaan agama yang dilakukan Ahok cukup berat karena Ahok bilang jangan mau ditipu surat Maidah 51. 

"Untuk pembanding saya yang memproses hukum Pak Permadi ketika saya komandan kota Jogja.  Padahal kesalahan Pak Permadi hanya bilang bahwa dirinya tak beragama. Itupun memenuhi unsur pidana karena WNI wajib beragama dan taati ajaran agamanya sesuai UUD45 pasal 28E dan 29 ayat 2," paparnya.

Anton menilai, menghukum penista agama bukan hanya di era Jokowi saja tapi sejak era Bung Karno karena UU Penodaan Agama sudah ada sejak tahun 1965 yaitu UU Nomor 1/PNPS/1965 dan KUHP pasal 156 dan 156a. Karena itu hentikan tebar isue penuntut Ahok itu radikal extrimis teroris dan tidak bhineka. Apalagi kelompok - kelompok tersebut  distigmakan pada pendukung PS Sandi.

"Lihat yang dukung PS - Sandi bukan hanya umat Islam tapi juga berbagai umat beragama, Hindu, Budha, Ko,  Kristen. Juga tokoh-tokoh terkenal etnis Tionghoa, tokoh-tokoh dari berbagai agama seperti Kwik Kian Gie,  Natalius Pigai, Roky Gerung,  Lieus Sungkharisma, Felix Yauw, Irene Handono dan sebagainya," jelasnya.  

"Jadi justru yang radikal itu bisa jadi SAS yang suka bicara ngawur sehingga memicu ketidakrukunan seperti yang terjadi di era rezim ini.  Yang radikal itu yang tidak taat hukum. Jangan nuduh yang taat hukum," tambah mantan petinggi Polri yang telah berkali-kali menangani kasus penodaan agama ini. [ht]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita