GELORA.CO - Kasus deklarasi 35 kepala daerah di Jawa Tengah (Jateng) yang dimotori Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Sabtu (26/2/2019), dinyatakan melanggar aturan oleh Bawaslu.
Mereka dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, Ganjar menyebut putusan Bawaslu tersebut offside. Bahkan, dia menuding Bawaslu telah melakukan kesalahan karena melampaui kewenangan dalam menangani kasus yang membelitnya itu.
"Logikanya simpel saja, kalau saya melanggar etika siapa yang berhak menentukan saya melanggar? Apakah Bawaslu? "Wong" itu bukan kewenangannya," kata Ganjar di Semarang, Minggu (24/2/2019) malam.
Menanggapi polemik ini, Pakar Hukum Tatanegara, Margarito Kamis menilai putusan Bawaslu sudah tepat dengan merekomendasikan kasus tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ganjar, menurut Margarito, sebagai kepala daerah salah besar jika menganggap Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk menilai tindakan dia.
"Ya.. mungkin Ganjar pakai ilmu hukum yang lain gitu ya, sehingga Bawaslu yang menurut hukum pemilu kita memegang kewenangan mengawasi penegakan hukum pemilu dianggap tidak memiliki wewenang menilai tindakan dia. Cukup hebat, mungkin juga dia berada di atas hukum," kata Margarito dikonfirmasi TeropongSenayan, Senin (25/2/2019).
Hal ini, kata Margarito, sudah diatur secara gamblang di Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dalam menyerahkan kewenangan untuk mengawasi penegakan hukum pemilu kepada Bawaslu.
"Bawaslu lah satu-satunya organ yang mengawasi penegakan hukum pemilu, tapi oleh pak Ganjar Bawaslu dianggap offside, begitu kan?. Kita hanya bisa bilang, ya mungkin pak Ganjar punya ilmu hukum yang lain," ujar Margarito.
Selanjutnya, saat disinggung soal ancaman sanksi terhadap Ganjar dkk, Margarito tampak pesimis politisi PDI-P itu akan ditindak sebagaimana mestinya.
"Tanya saja sama pak Ganjar, apakah pelanggaran terhadap UU Pemda itu bukan UU. Apakah UU Pemda memungkinkan aparatur negara, Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Desa, Camat itu membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu kelompok," tegas Margarito.
"Kalau Ganjar bilang itu (Bawaslu) salah, coba tanya Ganjar, apakah UU Pemda itu membenarkan Ganjar, membuat tindakan-tindakan formal, tindakan pemerintahan atau bertindak memberikan keuntungan kepada kelompok tertentu di dalam masyarakat. Saya kira itu yang paling pokok yang mesti kita minta penjelasan dari Ganjar," cetus dia.
Lebih jauh, Margarito malah menyebut, nada-nada bantahan yang dilontarkan terkesan Ganjar tidak mau tunduk terhadap Bawaslu sebagai pengawas pemilu.
Hal ini, lanjutnya, hanya berlaku bagi orang yang merasa berada di atas hukum sehingga tidak bisa dijangkau oleh hukum.
Tindakan Ganjar tersebut, Margarito menilai, juga menggambarkan betapa hebatnya negara di periode pemerintahan sekarang.
"Dia tidak mengakui kewenangan Bawaslu, kalau dia mempertanyakan validitas dari UU Pemda, kalau dia sudah begitu bersikap, maka untuk apa kita bicara soal sanksi pada orang yang menyatakan Bawaslu offside, biarkan rakyat yang menilai. Kalau saya sih tidak penting sekarang bicara sanksi, rakyat yang menilai. Ada lembaga yang kewenangannya diserahkan berdasarkan UU ternyata tidak bisa menjangkau aparatur negara tertentu, itu yang paling pokok," pungkasnya. [ts]