GELORA.CO - Permasalahan daftar pemilih dari Pemilu ke Pemilu selalu menjadi persoalan klasik dan tak pernah kunjung tuntas.
Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti menceritakan pengalamannya beberapa kali menjadi tim pemenangan Pemilu di Pilkada, justru pemilih ganda menjadi kekalahan calon hebat yang didukung massa pemilih kuat dan solid.
"Teknik ini ternyata beragam modelnya tapi gaya dan modusnya baku. Sekarang di Pilpres, gunakan NIK KTP ganda tapi namanya beda. Modus begini, matematikanya sama. Tapi gayanya saja yang beda," kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (28/2).
Tapi ketika dilaporkan ke KPU atau KPUD selalu berkilah meski pemilihnya ganda tetap dihitung satu.
"Ternyata itu cuma bujuk rayunya saja. Tapi saat sekarang ini sepertinya ada skenario yang akan membalikkan fakta dengan penanaman cara pandang, ada upaya-upaya untuk melemahkan kredibilitas KPU dari pihak-pihak tertentu," tengarainya.
Ia curiga skenario ini dipasang kubu rezim dan para spin doctor untuk membuat apologetik atau alasan pembenaran.
"Lihat saja banyak profesor bicara seperti itu, juga petinggi partai dan debat-debat di level warung kopi hingga ruang sosial media," jelasnya.
Menurutnya, ini indikasi sebuah kekuasaan di suatu negeri yang tidak mau turun atau tidak mau dibantah, meski kesalahannya sudah telanjang.
"Sebuah gerbong rezim seperti ini, di zaman Romawi disebut tiran," ulasnya.
Yudi pun mendorong koalisi parpol pengusung dan pendukung pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno harus berembug supaya permasalahan ini bisa diatasi dengan cara cerdas.
"Karena situasi ini berpotensi menyulut kerusuhan massal dan besar-besaran," tegas Yudi mewanti-wanti. [rmol]