GELORA.CO - Adu program dan gagasan di Pilpres 2019 masih terasa minim. Sebaliknya, manuver-manuver yang menjurus blunder politik justru kental terasa.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio bahkan mengibaratkan pilpres seperti pertandingan sepakbola. Tapi pemenang bukan ditentukan oleh banyaknya gol yang bersarang di gawang lawan, melainkan tim mana yang paling sedikit melakukan blunder yang berbuah gol bunuh diri.
“Ini yang paling sedikit blunder yang menang. Karena blunder dibalas blunder,” ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (2/2).
Dia kemudian mencontohkan blunder yang dilakukan oleh adik kandung calon presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo. Wakil ketua DPP Partai Gerindra itu blunder saat mengeluarkan pernyataan akan merangkul anak keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Walaupun dia menggarisbawahi tentang keyakinan ideologi Pancasila, tapi ini hampir blunder besar,” urai pria yang akrab dipanggil Hensat itu.
Namun demikian, Gerindra dan Prabowo beruntung. Sebab, kubu Joko Widodo juga memproduksi hal serupa. Salah satunya tentang perilaku Ketua Umum PPP Romahurmuziy saat Pimpinan Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair memanjatkan doa di samping Jokowi.
Tapi ada yang lebih parah dari itu. Pendiri lembaga survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) ini menilai pernyataan Ketua BTP Mania, Immanuel Ebenezer dalam sebuah talkshow di televisi adalah yang paling blunder.
Dalam acara itu, Immanuel menuding peserta Aksi 212 sebagai kelompok wisatawan yang menghamba pada uang.
“Yang Immanuel Ebenezer bilang 212 adalah gerombolan wisatawan yang menghaamba pada uang, itu blundernya kenceng banget,” pungkasnya. [rmol]