GELORA.CO - Pengamat politik Tony Rosyid mengatakan, penilaian masyarakat Indonesia terhadap performa pasangan calon presiden saat debat berbeda dengan di negara maju.
Di Indonesia, hal yang dinilai bukan siapa yang menang dalam debat, tapi siapa yang paling berhasil mengambil empati dari masyarakat.
"Dalam konteks ini calon presiden nomor urut 02 (Prabowo Subianto) saya kira memenangkan pascadebat dan secara psikologis pendukung 02 merasa menang pascadebat. Ini penilaian obyektif saya," ujar Tony pada diskusi publik Topic of The Week 'Rezim Jokowi Menebar Hoaks dan Kebohongan?' yang digelar Sekretaris Nasional Prabowo-Sandi di Jakarta, Selasa (26/2).
Terkait tema diskusi, dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini lebih setuju menyebut data yang disampaikan calon presiden pada debat putaran kedua lalu, kurang tepat.
"Soal apakah Pak Jokowi hoaks atau tidak, saya lebih mau katakan data-datanya kurang pas. Kenapa datanya tidak pas, karena di usia beliau tidak mudah menghafal data-data seperti itu," ucapnya.
Tony kemudian menyarankan calon presiden nomor urut 01 tersebut meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
"Orang Indonesia kalau ada orang yang berani mengakui kesalahan itu elektabilitasnya bisa naik. Kalau wajahnya ngotot meskipun datanya benar tapi kesannya ngotot, pasti orang sulit memilih," kata Tony.
Diskusi kali ini juga menghadirkan narasumber lain. Yaitu, peneliti senior LIPI Siti Zuhro, mantan anggota Komnas HAM Hafidz Abbas dan anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, Beti Nurbaiti. [jpnn]