GELORA.CO - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin keberatan adanya wacana larangan pasangan calon untuk membawa catatan dalam forum debat. Mereka mempertanyakan bentuk konkret dari larangan tersebut.
"Dilarang membawa catatan itu seperti apa? Kalau sifatnya bentuknya data itu boleh dong untuk memperkuat jawaban, memperkuat argumentasi. Ini kan bukan ujian kayak di sekolah-sekolah untuk menilai berapa menurut KPU nilainya 9 atau 10, tidak," kata Juru Bicara TKN Lena Maryana Mukti di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/1).
Dia lantas mencontohkan pada debat berikut yang akan membahas mengenai lingkungan hidup. Menurut Lena, banyak data-data yang dibutukan oleh paslon. Itu semua, merupakan hak setiap kontestan.
"Data-data mengenai hutan sosial berapa. Itu kan hak paslon, bahwa ada data-data boleh dong. Mana boleh dilarang begitu, itu kan untuk memperkuat penjelasan dengan data-data. Kalau enggak boleh, menurut saya tidak pada tempatnya," tuturnya.
Lena pun menjawab apabila usulan ini agar setiap paslon bakal tampil otentik. Menurut dia, tampil otentik merupakan tugas dari moderator dalam debat.
"Contohnya, bagaimana ia (moderator) mempertanyakan. Yang paling baik itu kan kelihatan ketika saling bertanya, saling bertanya itu kan enggak ada kaitannya ada catatan atau tidak," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, kedua pasang kandidat tidak perlu membawa data tulisan atau contekan saat debat. Katanya, data perlu dikuasi di luar otak, agar rakyat menilai cocoknya kualitas pemimpin.
"Data itu tidak harus dibawa dalam pengertian, sebab kita nggak tahu apakah data itu akan dikonfirmasi atau tidak, paling tidak kalau nggak megang data, data itu kan sudah ada di dalam otaknya. Tahun sekian terjadi ini-ini, harusnya udah bisa dong pemimpin itu bawa data di kepalanya gitu loh nggak usah dibawa pake tulisan," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/1).
Fahri menambahkan, kedua paslon mestinya bisa menganalisis ihwal persoalan dan menyampaikan teori penyelesaiannya. Sehingga ada alternatif solusi dengan cara implementasi.
"Itu yang diperlukan dari pemimpin bukan menghafal," pungkasnya. [JP]