GELORA.CO - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meluapkan kritiknya soal perbedaan perlakuan hukum terhadap pembuat dan penyebar hoaks (hoax) lewat akun media sosialnya, baik itu Twitter, Instagram maupun Facebook.
Dalam tulisan yang diberi judul "Ngaku bohong ke Penjara, ngaku nyebar hoax masuk Istana," Fahri menyoal cara kerja aparat penegak hukum dalam memerangi hoax.
Di awal tulisannya, mantan sekretaris jenderal DPP PKS itu menulis kalau ada orang mengaku penyebar Hoax PKI bebas. Lalu ada orang ngaku membuat sumpah palsu di pengadilan bebas. "Negara hukum macam apa yang kalian sedang dirikan kawan?" tanya Fahri lewat tulisan yang diposting pada Jumat (4/01/2019).
Berikut tulisan lengkap Fahri yang di akun instagramnya telah disukai lebih dari 36 ribu pengikut dan lebih dari 3.600 komentar:
Ngaku Bohong ke Penjara, Ngaku Nyebar Hoax Masuk Istana
Kalau ada orang mengaku penyebar Hoax PKI bebas.. Lalu ada orang ngaku membuat sumpah palsu di pengadilan bebas.. Negara hukum macam apa yang kalian sedang dirikan kawan??
Ngaku berbohong masuk penjara..
Ngaku nyebar hoax masuk istana..
Namanya hukum rimba...
Janda diuber sampai batal acara..
Abu janda bebas bikin perkara...
Hukum rimba namanya..
Ratna Sarumpaet adalah ironi negeri hoax paling mematikan... Ratna berbohong dan minta maaf kepada yang dibohongi, tetapi hukum menjadikannya pintu permainan.. untuk menyerang lawan politik dan sudah 3 bulan lamanya.. sampai hari ini.
Kalau hukum mau netral, maka pertanyaan kepada Ratna adalah siapa yang menyuruh dia berbohong. Itu yang harus dikejar kalau itu mau dijadikan skandal. Kalau Ratna jujur, dugaan saya ada yang sengaja memancing dengan pola yang sama dengan kasus 7 kontainer kartu suara.
Maka dalam kasus 7 kontainer yang tiba-tiba jadi jendela KPU yang sedang dituduh produksi kotak kardus itu, harus dicari siapa pemancing rekaman suara itu. Sampai ketemu, lalu ditanya siapa yang suruh menyebar. Sebab pola ini berulang.
Katakanlah ini tidak ada plot maker-nya atau katakanlah ini terjadi secara natural dalam dinamika media sosial sekarang. Tapi, kelemahan aktor non negara adalah karena mereka sulit kendalikan peristiwa hukum. Mereka gak punya hak perintah.
Ada pola gini:
1. Ciptakan Hoax (sebagai pancingan).
2. Menunggu yang ikut nyebar hoax.
3. Eksploitasi seolah penyebar hoax adalah anti pemerintah.
4. Kasus Hoax seolah diusut serius.
5. Presiden sok bijak.
6. Kasus Hoax landai atau hilang.
7. Negara menang!
Sementara itu, hoax yang diproduksi negara seperti esemka, ekonomi meroket, hutang, import pangan, kurs rupiah, 100 janji dan seribu dusta jadi tidak terdengar advokasinya. Pemerintah sebagai produsennya hoax jadi pemenang.
Waspada hoax. [jpn]