GELORA.CO - Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin (SAB). Pemberhentian SAB kini menimbulkan kecurigaan karena tim panel yang sempat dibentuk untuk mengusut dugaan pencabulan SAB dengan staffnya RA kini disetop.
Kepastian Jokowi memberhentikan SAB sebelumnya disampaikan oleh anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatulloh. Pemberhentian dengan hormat SAB tertuang dalam Keppres Nomor 12 Tahun 2019 pada 17 Januari. Lewat pemberhentian ini, Jokowi disebut Poempida juga menunjukkan posisinya menghormati proses hukum.
"Presiden telah menerima surat pengunduran diri SAB dengan baik. Pemberhentian dengan hormat saudara SAB menunjukkan presiden mengapresiasi kontribusi SAB kepada negara, yang sudah mengabdi puluhan tahun," kata Poempida dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/1).
Pemberhentian SAB itu kemudian direspons oleh kuasa hukum RA. Pengacara RA, Heribertus Hartojo melihat pemberhentian ini dilakukan lantaran ada indikasi masalah hukum. Pemberhentian ini, menurut Heribertus, dilakukan berdasarkan pengakuan secara tidak langsung dari SAB bahwa dirinya terlibat dalam kasus dugaan pencabulan.
"Kalau saya sih hanya melihat dari sisi hukumnya saja. Maksudnya gini, dia kan katanya mengundurkan diri, dari pengunduran diri akhirnya diberhentikan untuk menghadapi masalah ini. Berarti ada masalah kan, ada kasus hukumnya di dia, saya lihat dari sisi itu sih. Jadi itu suatu indikasi aja bahwa ada suatu masalah hukum dengan yang bersangkutan sehingga dia mengundurkan diri. Alasannya pengundurannya dia mau konsentrasi masalah hukumnya dia. Bahasa halusnya merekalah," kata Heribertus saat dihubungi, Minggu (20/1/2019).
Setelah pemberhentian SAB, DJSN menyetop tim panel yang awalnya dibentuk untuk mengusut dugaan ini. Tim panel ini sebelumnya dibentuk setelah DJSN menerima laporan pengaduan dugaan tindak asusila itu pada tanggal 26 Desember 2018. Tim Panel dibentuk sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DJSN Andi Zainal Abidin Dulung mengatakan tim panel terdiri dari 1 orang Anggota DJSN, 2 orang dari Kementerian teknis (Dirjen PHI dan Jaminan Sosiall serta Kabiro Hukum Kemenaker RI) dan 2 orang ahli (ahli psikologi dan ahli hokum). Proses kerja tim panel dalam kasus ini sudah sampai tahap memanggil pelapor, terlapor dan para saksi. Sayangnya, pasca pemberhentian SAB, tim panel itu turut dibekukan. Proses kerja disetop DJSN.
Kelompok Pembela Korban Kekerasan Seksual (KPKS) menaruh curiga atas langkah yang diambil DJSN itu. KPKS yang mengawal kasus RA mencurigai DJSN ada 'main' dengan SAB.
"Ini sungguh mencurigakan. DJSN menghentikan kerja Tim Panel yang sudah hampir rampung mengumpulkan bukti dan mewawancarai para saksi dan ahli. Tim Panel sudah akan mengumumkan hasil kerja mereka tentang perilaku Syafri pada awal pekan besok, dan tiba-tiba saja DJSN menghentikannya. Saya curiga DJSN sudah terbeli atau tunduk pada kepentingan Syafri," ujar Koordinator KPKS, Ade Armando dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Ade, DJSN seharusnya tidak melakukan intervensi karena SAB mengundurkan diri. Apalagi, tim panel sudah bekerja seperti memanggil pelapor, terlapor dan para saksi. Saksi dalam penuturan Ade, sudah menyajikan bukti chat WA SAB ke RA berupa kata-kata rayuan.
"Ini tentu dua hal yang berbeda. Tim panel ini dibentuk untuk menyimpulkan apakah perilaku Syafri masuk dalam kategori perilaku tidak pantas atau tidak. Tim sudah bekerja. Seharusnya DJSN tidak mengintervensi hanya karena Syafri mengundurkan diri," kata Ade.
Ade berharap dalam kasus dugaan pencabulan ini, tim panel yang dibentuk akhir Desember 2018 itu tetap mengumumkan temuan tentang dugaan asusila yang melibatkan SAB dengan staffnya berinisial RA.
"Mudah-mudahan Tim Panel tidak ragu untuk menuntaskan kewajibannya, karena ini menyangkut integritas sebuah lembaga yang dibiayai uang rakyat tentang perilaku seorang pejabat nesagara yang dibiayai uang rakyat," kata Ade. [dtk]