GELORA.CO - Sejumlah pihak meminta agar pemerintahan Jokowi bisa meniru langkah pemerintah Malaysia yang akan membatalkan proyek jalur kereta api bernilai 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp281 triliun yang dibiayai China. Oleh karenanya ditunggu keberanian Jokowi untuk menghentikan sejumlah proyek yang dibiayai China demi menjaga kedaulatan Indonesia atas nama investasi.
"Keberanian seperti ini (meniru pemerintah Malaysia) harus dibuat Jokowi. Memang sebaiknya proyek-proyek yang ada disini dari investasi Jepang, Jerman Amerika atau Korea bukan dari China," ujar pengamat kebijakan publik dari Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Masie kepada Harian Terbit, Senin (28/1/2019).
Jerry menuturkan, saat ini India juga menolak investasi dari China karena dinilai merugikan. Karena setiap investasi yang dilakukan China tidak hanya menanamkan uang. Tapi juga dengan orang (tenaga kerja) serta materialnya. Saat mengerjakan proyek, China tidak hanya mengirim orang yang expert atau tenaga ahli. Tidak juga mengirimkan labour atau tenaga kerja yang jumlahnya juga tidak sedikit. Sehingga bisa merugikan tenaga kerja lokal.
"Ini (menghentikan investasi dari China yang merugikan) yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi jika nanti terpilih lagi. Karena saat ini China terus menggurita di Indonesia," paparnya.
Jerry menegaskan, langkah yang dilakukan Malaysia patut ditiru. Apalagi Mahathir Muhammad juga sudah memgetahui persis bagaimana hubungan dagang dengan China dan untung dan ruginya. Oleh karena itu Malaysia dengan berani memutuskan untuk menghentikan proyek yang dibiayai China.
"Bagi saya Jokowi harus mampu keluar dari domain dan shadow bayang-bayang China ini. Kalau tidak maka ada efek kurang bagus di pemerintahan," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Gerakan Rakyat Penyelamat Bangsa (GRPB) M. Yusuf, Rangkuti mengatakan, Malaysia yang berani membatalkan proyek senilai Rp 281 triliun yang dibiayai China karena
Negeri jiran itu memikirkan agar tidak memperbanyak utang. Karena jika proyek tersebut tidak dibatalkan maka bunga yang harus dibayarkan Malaysia hampir 1 miliar ringgit (Rp 3,4 triliun). Oleh karenanya agar Indonesia tidak terjerat hutang maka harus berani menghentikan proyek yang justru merugikan.
"Indonesia sebenarnya bisa meniru Malaysia. Tapi pemerintah Indonesia banyak yang mencari keuntungan dari proyek yang dikerjakan China. Karena namanya proyek pasti ada yang cari keuntungan. Entah itu dari daalm pemerintahan sendri atau lainnya," ujarnya.
Bayar Utang
Wakil Sekjen PB HMI Andi Rante mengatakan, Malaysia membatalkan mega proyek yang pembiayaannya bersumber 85% dari China ini memang sejak diteken dari 2016 silam. Kala itu kebijakan Perdana Menteri Najib Razak menimbulkan banyak kritikan. Oleh karenanya pemerintah Malaysia saat ini tidak ingin begitu banyak memberikan porsi ke China dalam pembangunan infrastrukturnya.
Apalagi Malaysia tidak sanggup membayar bunga yang dianggap terlalu mahal sekitaran 1 Milyar Ringgit atau sekitar Rp 34 Triliun dari Proyek Pembangunan Jaringan kereta api pantai timur (ECRL) yang totalnya sekitar 20 M Dolar Amerika atau kisaran Rp281 Triliun. Jaringan kereta yang hitungan angka ekonomisnya terlalu inefisien dan juga belum terlalu dibutuhkan oleh masyarakat Malaysia.
Selain itu Pemerintah Malaysia juga tak mau kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang dipimpin Mahatir Mohammad tetap ingin dibangun karena tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat untuk apa ada pembangunan. Pembangunan ECRL ini belum terlalu dibutuhkan oleh masyarakat Malaysia.
Seperti diwartakan, pemerintah Malaysia memutuskan untuk membatalkan proyek jalur kereta api bernilai 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp 281 triliun yang diongkosi China. Pembatalan proyek dilakukan setelah upaya untuk menekan biaya gagal dan hal ini mengakhiri spekulasi dalam beberapa bulan terakhir terkait proyek ini.
Menteri Perekonomian Malaysia Azmin Ali, Sabtu (26/1/2019) mengatakan, keputusan pembatalan proyek ini diambil pemerintah dalam sebuah rapat kabinet pekan ini. Proyek ini ditangani Perusahaan Konstruksi dan Komunikasi China (CCCC) dan 85 persen pembiayaan ditanggung Bank Ekspor-Impor China.
Saat proyek ini diserahkan kepada CCCC pada 2016 oleh PM Malaysia saat itu Najib Razak, rencana pembangunan Jaringan Kereta Api Pantai Timur (ECRL) ini dianggap sebagai pondasi "inisiatif sabuk dan jalan" yang dirancang Presiden Xi Jinping.
Azmin mengatakan, proyek ini terlalu mahal untuk pemerintah Malaysia, yang memiliki banyak utang akibat skandal dalam pemerintahan Najib Razak. "Jika proyek ini tak dibatalkan, bunga yang harus kita bayarkan hampir 1 miliar ringgit (Rp 3,4 triliun)," kata Azmin kepada jurnalis di kantornya.
"Kita tak dapat menanggung bunga sebesar itu saat ini, sehingga proyek ini harus dibatalkan tanpa mengganggu hubungan Malaysia dengan China," tambah Azmin.
Dia melanjutkan, meski proyek ini dibatalkan Malaysia masih membuka lebar pintu investasi dari negeri itu. [HT]