GELORA.CO - Sejumlah regulasi baru saja diluncurkan Pemerintah untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Dari sekian banyak kebijakan yang diluncurkan, kebijakan tentang kepemilikan properti oleh Warga Negara Asing (WNA) menjadi pro kontra. Diharapkan masuknya modal asing jangan sampai membuat rakyat hanya menjadi penonton atau menjadi budak di negerinya sendiri.
Menanggapi hal ini, Koordinator Gerakan Rakyat Penyelamat Bangsa (GRPB) M. Yusuf, Rangkuti mengatakan, dengan didasari pasal 33 UUD 1945,org asing tidak berhak untuk memiliki dan menguasai tanah di Indonesia, tetapi memang ada pengucualian pengelolaan dengan syarat-syarat tertentu. Seperti WNA bisa hidup di Indonesia dengan menyewa, investasi atau membangun usaha dalam jangka waktu tertentu dan tidak bisa permanen.
"WNA itu wajib menaati syarat-syarat untuk memberi manfaat bagi bangsa dan negara kita. Meskipun ada hak untuk pemanfaatan lahan bagi WNA,namun untuk kepemilikan tidak diberikan karena pada dasarnya tanah, air dan kekayaan lainnya dimiliki dan dikuasai oleh negara. Sehingga rakyar tidak menjadi penonton di negerinya sendiri," ujar M. Yusuf, Rangkuti kepada Harian Terbit, Jumat (11/1/2019).
Yusuf menilai, WNA bisa kuasai asset-aset Indonesia walaupun tidak secara permanen karena pemerintah membuka keran untuk warga asing ber investasi besar-besaran. Pembukaan keran investasi untuk asing ini jelas telah menyalahi aturan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Karena ada WNA yang bisa kuasai tanah walaupun dengan HGB.
"WNA sampai bisa memliki HGB diduga untuk meminggirkan warga kita. Sehingga WNA bisa berkuasa di negeri ini. Seperti pulau-pulau yang dimiliki WNA dan kita tidak bisa lagi masuk untuk menikmatinya karena mereka merasa sudah mempunya hak atas pulau tersebut," paparnya.
Menurutnya, agar WNA tidak sewenang kuasai aset, WNA harus tetap tidak berhak untuk memiliki dan menguasai tanah di Indonesia. Jika WNA ingin berinvestasi di negara kita seperti yang diinginkan pemerintah maka harus dibatasi supaya tidak terjadi konflik atau masalah dengan masyarakat," paparnya.
Mengkhawatirkan
Sementara itu, Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi mengatakan, kepemilikan aset Indonesia oleh asing di zaman Jokowi ini semakin mengkhawatirkan saja. Karena asing boleh mempunyai aset walaupun dengan Status Hak Guna Bangunan (HGB). Padahal yang mendasari asing boleh mempunyai aset di Indonesia ini tidak jelas. Apalagi pemerintah juga tidak menjelaskan apa dasar asing di beri HGB.
"Hak-hak kepemilikan itu mesti tidak boleh diberikan kepada asing dengan cara semborono dan serampangan. Jangan sampai semua aset negeri ini akan berpindah tangan ke asing, dan rakyat hanya jadi penontin atau merasa asing di negerinya sendiri," jelasnya.
Muslim memaparkan, Jokowi harus menjelaskan tujuan melego aset ke asing yang dilakukannya secara getol.Apakah demi investasi atau yang lainnya. Jika investasi kenapa harus di beri hak kepemilikan aset seperti bangunan atau tanah. Karena jika tanpa penjelasan maka yang dilakukan Jokowi sama saja dengan mengobral aset murah ke asing. Jika dibiarkan maka aset-aset tersebut akan berpindah tangan ke asing.
"Pemerinahan Jokowi jangan bekerja untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa asing. Jika itu dilakukan kaum pribumi makin lama akan terdesak dan terjajah sebagai budak-budak asing, " paparnya.
Muslim menuturkan, asing bisa kuasai aset Indonesia dengan mudah akibat dari tidak konsisten dengan janji-janji politik Jokowi 2014 yang mau persulit investasi asing. Buktinya bukan di persulit tapi malah dengan mudah asing kuasai aset. "Ini bisa membobol pertahanan kita dalam hal pertanahan," jelasnya.
Dihubungi terpisah, pengurus Lembaga Bantuan Hukum' (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, pada dasarnya memang asing bisa memiliki aset yang ada di Indonesia. Basanya asing yang diberikan aset tersebut akan mendirikan badan hukum terlebih dahulu berdasarkan hukum Indonesia (biasanya atas nama orang lain). Setelah memilki badan hukum maka orang asing tersebut bisa dapat HGB.
"Praktiknya seperti itu (asing bisa kuasai aset di Indonesia," ujarnya.
Nelson mengakui dengan kebijakan asing bisa kuasai aset yang ada di Indonesia memang dipastikan akan mengurangi hak pribumi. Apalagi bagi asing yang memiliki modal besar dan kuat. Sehingga yang lebih kuat modalnya maka asing tersebut yang akan mendapatkannya. Tapi untuk mendapatkan HGB ada persyaratan-persyaratan tertentu, misalnya nilai investasi besar dan membuka lapangan kerja banyak.
"Bagi asing yang investasi dalam bentuk badan hukum biasanya sudah siap dengan sumber daya. Nah tanah-tanah yang awalnya diduduki oleh rakyat kecil sering diberikan kepada badan hukum yang WNA itu tadi. Dari situ biasanya muncul konflik agraria karena rakyat kecil terusir," paparnya. [HT]