GELORA.CO - Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief tidak bisa dijerat pasal penyebaran kabar kabar bohong alias hoax terkait cuitannya tentang kabar tujuh kontainer berisi surat suara yang sudah dicoblos.
"Saya berpendapat itu bukan hoax," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, di Jakarta, Jumat (4/1).
Terlebih, kata dia, tuduhan menyebar hoax harus memenuhi unsur menimbulkan kekacauan.
"Kita harus melihat apakah kepolisian akan menjelaskan akibat dari twit itu atau bagaimana, kalau menyebabkan kekacauan di dalam masyarakat itu kualifikasinya harus bahasa fisik," imbuhnya.
Begitu pun jika menjerat Andi Arif dengan pasal pencemaran nama baik. KPU tidak bisa mengadukan Andi Arief dengan pasal itu.
"Persoalannya di dalam KUHP pencemaran nama baik itu orang, bukan badan atau lembaga," ujar Fickar lagi.
Hoax mengenai tujuh kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos beredar luas pada Rabu (2/1) melalui sejumlah platform, seperti YouTube, Twitter, Instagram, Facebook dan WhatsApp.
Hoax itu berupa rekaman suara seorang lelaki yang mengatakan: "Ini sekarang ada 7 kontainer di Tanjung Priok sekarang lagi geger, mari sudah turun. Di buka satu. Isinya kartu suara yang dicoblos nomor 1, dicoblos Jokowi. Itu kemungkinan dari cina itu. Total katanya kalau 1 kontainer 10 juta, kalau ada 7 kontainer 70 juta suara dan dicoblos nomor 1. Tolong sampaikan ke akses, ke pak Darma kek atau ke pusat ini tak kirimkan nomor telepon orangku yang di sana untuk membimbing ke kontainer itu. Ya. Atau syukur ada akses ke Pak Djoko Santoso. Pasti marah kalau beliau ya langsung cek ke sana ya."
Andi Arief melalui akun twitternya lantas berkicau meminta agar informasi itu dicek kebenarannya. "Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya karena ini kabar sudah beredar," demikian twit Andi Arief.[rmol]