GELORA.CO - Utang luar negeri (ULN) Indonesia kembali tumbuh meskipun relatif stagnan. Per akhir Oktober 2018, ULN mencapai 360,5 miliar dolar AS atau setara Rp5.227,25 triliun (kurs Rp14.500).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN per Oktober tumbuh 5,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Laju itu lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ULN pada akhir September sebesar 4,2 persen.
Kendati demikian, ULN tersebut hanya naik tipis sekitar 700 juta dolar AS dibandingkan September 2018 yang sudah mencapai 359,8 miliar dolar AS.
"Peningkatan pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari pertumbuhan ULN pemerintah dan ULN swasta," kata BI, Senin (17/12/2018).
Utang pemerintah mencapai 175,4 miliar dolar atau Rp2.543 triliun, tumbuh 3,3 persen. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 2,2 persen. Namun, secara nominal utang pemerintah turun dibandingkan September 2018 sebesar 176,1 miliar dolar AS.
"Penurunan tersebut terutama disebabkan turunnya posisi pinjaman dan SBN yang dimiliki oleh investor asing," ujar BI.
Sementara utang swasta juga meningkat cukup cepat menjadi 185,1 miliar dolar AS. Pada Oktober, utang swasta tumbuh 7,7 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan September 6,7 persen. Sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas (LGA) mendorong pertumbuhan ULN swasta cukup tinggi pada periode ini.
Secara nominal, sebagian besar ULN swasta dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, diikuti sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor pertambangan dan penggalian. Porsi utang empat sektor ini mencapai 72,9 persen dari total ULN swasta.
Meski terus naik, BI menyebut, struktur ULN tetap sehat. Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) stabil di kisaran 34 persen, lebih baik dibanding rata-rata negara peers.
"Di samping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,9 persen dari total ULN," kata dia. [IN]