GELORA.CO - Pengamat Hukum Olahraga, Eko Nur Kristiyanto secara tegas berbicara soal hukum sepakbola di Indonesia yang masih sering melenceng.
Hal ini diungkapkan Eko saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa Trans 7, Rabu (19/12/2018) malam.
Mulanya, pembawa acara Mata Najwa, Najwa Shihab menanyakan apakah kepolisian bisa masuk ke ranah match fixing atau menghukum tindakan pengaturan skor pada pertandingan speakbola.
Eko lalu menjelaskan, sebenarnya ada satu undang-undang yang bisa menjerat pelaku pengaturan skor namun hingga kini belum pernah diterapkan.
"Ada satu undang-undang, satu hukum yang sangat relevan untuk diterapkan tapi tidak pernah diterapkan sama sekali," ujarnya.
"Ternyata hukum yang ini tidak ada putusan sama sekali yang saya maksud adalah UU nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap," ujarnya.
Bunyi dari pasal di UU tersebut adalah:
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000.000,0 (lima belas juta rupiah).
Eko melanjutkan, dirinya pernah menemui kasus yang menjerat Johan Ibo di Surabaya.
Pada waktu itu Johan Ibo dilaporkan ke polisi atas kasus suap pada pemain.
Namun, ia tak terkena jeratan hukum karena dianggap tidak merugikan negara sesuai dengan UU tindak pidana korupsi (tipikor).
"Jadi saya mulai tergelitik tahun 2015, ada Johan Ibo ditangkap di Surabaya, dia sudah jelas akan menyuap bahkan dia sudah menyebut nama-nama pemain yang akan didekati, sudah ditangkap juga sama polisi, tapi entah mengapa polisi malah melepas dengan alasan kurangnya bukti."
"Langsung saya cek kenapa bisa kurang bukti, ternyata polisi terapkan ketika ngomongin suap itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan kerugian negara, alias mereka mengaku ke undang-undang tipikor tahun 1999."
"Sementara ini undang-undang suap, jelas nggak akan kena, kalau semua dikaitkan dengan kerugian negara jelas nggak akan kena kalau pakai UU tipikor."
"Makanya saya kaget mohon maaf ini Pak Kapolri, banyak sekali anak buah Pak Tito ini yang nggak ngeh, yang nggak tahu ada UU 11 tahun 1980, teman-teman saya di Kejaksaan juga banyak yang nggak tahu," ujarnya.
Mendengar anak buahnya disebut tak tahu soal undang-undang, Tito berkali-kali mengangguk seakan menyepakati apa yang dikatakan oleh pengamat hukum itu.
Najwa kembali menegaskan apakah UU tahun 80 itu memang bisa menjadi pintu masuk penangkapan pelaku pengaturan skor.
"Ini belum pernah dipakai sama sekali dan menurut Anda ini bisa jadi pintu masuk?," tanya Najwa.
"Belum, kenapa ini nggak pernah dipakai karena secara undang-undang kan relevan dengan kondisi kebangsaan.
Jadi ini tahun 80 sudah ada tapi tidak ada satupun kasus yang diputus dengan UU ini padahal masih berlaku dan bisa digunakan Pak Tito dan jajarannya," kata Eko.
Najwa lalu mempertanyakan hal tersebut pada Tito yang juga menjadi narasumber di acara tersebut.
Menjawab kritik dari Eko, Tito pun mengatakan untuk membentuk satuan tugas (satgas) khusus di badan kepolisian.
"Satgas ini akan bekerja secara komprehensif, strukturnya juga akan saya buat komprehensif, dan saya akan kendalikan sendiri," ujarnya.
Lihat videonya:
Dikutip dari Bolasport, Kerja satgas itu dimulai dengan keterangan para mantan pelaku dan korban pengaturan skor.
Saat ini menurut Tito, satgas juga telah memberikan surat pada Januar Herwanto, manajer dari Madura FC yang mengaku pernah diberikan tawaran pengaturan skor dari mantan anggota Exco Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Hidayat.
[tribun]