GELORA.CO - Potensi tsunami di Pandeglang, Banten sebenarnya sudah diungkap jauh-jauh hari. Tepatnya pada 3 April 2018. Ironinya, peneliti yang mengungkap data itu justru dipanggil polisi.
Namanya, Dr Widjo Kongko. Peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu sempat diperiksa Polda Banten gara-gara hasil kajiannya yang menyebut ada potensi tsunami 57 meter di bagian barat Pulau Jawa. Salah satunya di Pandeglang.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten, Kombes Abdul Karim mengatakan, pernyataan itu memunculkan kekhawatiran berlebihan masyarakat di Pandeglang.
“Kedua, terkait investasi di Pandeglang. Pengaruhnya sampai di sana. Investor jadi takut karena akan ada tsunami,” kata Abdul Karim pada 9 April 2018.
Widjo Kongko memaparkan potensi tsunami itu dalam sebuah seminar pada 3 April 2018 yang berjudul “Potensi Tsunami Jawa Barat”. Widjo memang dikenal ahli tsunami. Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan potensi ketinggian tsunami yang dihasilkan dari sejumlah skenario pemodelan.
Dari sejumlah skenario itu, dia mendapatkan beberapa kota di bagian barat Pulau Jawa bisa terkena tsunami. Dari hasil penelitiannya, diduga Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, akan menjadi wilayah dengan ancaman tsunami terbesar. Jika terjadi tsunami di sana ombaknya diperkirakan setinggi 57 meter dan sampai ke daratan dengan waktu setidaknya enam menit.
Informasi itu ternyata diabaikan pihak-pihak terkait. Akhirnya pada Sabtu malam (22/12/2018), tsunami benar-benar datang dan menewaskan ratusan orang. Tidak ada yang bisa memastikan apakah tsunami itu benar-benar 57 meter. Namun, faktanya korban telah berjatuhan.
Siapa Widjo Kongko?
Pria kelahiran Banyumas Juli 1967 silam itu menjabat sebagai kepala Seksi Program dan Jasa Teknologi Balai Teknologi Infrastruktur dan Dinamika Pantai, BPPT. Dia mulai aktif bekerja di BPPT sejak tahun 1997.
Widjo mengungkap ketertarikannya meneliti tsunami karena melihat adanya peluang di Indonesia.
“Di Indonesia kan banyak gempa ya. Gempa di laut juga banyak ya saya kira. Nah kemudian karena gede-gede itu jadi banyak tsunami. Tapi, yang meneliti itu sedikit. Saya pada dasarnya memang suka air,” cerita Widjo seperti dikutip dari Kumparan.com, Selasa (25/12/2018).
Semasa berkarier, Widjo tercatat sudah menghasilkan 30 penelitian lebih. Karya-karya Widjo banyak dijadikan rujukan oleh banyak pihak. Di antara tiga karya Widjo yang telah dikutip lebih dari 100 kali antara lain, A 1,000-year sediment record of tsunami recurrence in northern Sumatra; Extreme runup from the 17 July 2006 Java tsunami; dan Northwest Sumatra and offshore islands field survey after the December 2004 Indian Ocean tsunami.
Menyinggung soal penelitiannya, Widjo mengungkap potensi tsunami 57 meter yang ia maksud bisa saja terjadi. “Potensi itu kan energi yang tersimpan. Bisa terjadi, tapi masalahnya kita enggak tahu kapan,” lanjut Widjo.
Widjo adalah insinyur teknik sipil hidro di Universitas Gadjah Mada tahun 1992. Dia kemudian melanjutkan pendidikan masternya di Iwate University, Jepang tahun 2002. Dua tahun berselang, dia berhasil merengkuh gelar Master Teknik (M.Eng.) pada bidang Teknik Sipil.
Tak hanya berhenti di situ, tahun 2007 Widjo menempuh pendidikan doktoralnya di Leibniz Universitaet Hannover, Jerman. Kala itu, dia mengambil konsentrasi Coastal Engineering. Pada tahun 2012, Widjo akhirya berhasil meraih gelar doktor. [KP]