Oleh : Dr. Chazali H. Situmorang
(Dosen FISIP UNAS, Pemerhati Kebijakan Publik)
Masih ingat kasus RS beberapa bulan yang lalu, yang menghebohkan dunia persilatan perpolitikan di Indonesia. RS menyebarkan foto babak belur dipukuli beberapa orang di Bandung, sampai bonyok. Kebetulan RS adalah Tim Nasional Kampanye PADI dan bersuara vokal dan sering mengalami persekusi dalam berbagai gerakannya dalam mensosialisasi #2019 Ganti Presiden.
Akibatnya Capres Nomor 2, Prabowo dan Petinggi Tim Nasional Kampanye Paslon PADI, termasuk Pak Amin Rais mengadakan konferensi pers dan mengecam penganiayaan tersebut. Dan merencanakan akan menyampaikannya langsung pada Kapolri.
Belum sempat ketemu Kapolri, pihak kepolisian sudah bergerak cepat bahwa RS bukan korban pembantaian, tetapi sedang melakukan oplas di klinik bedah plastik di Jakarta. Waktu bersamaan RS membuat pengakuan bahwa RS bukan korban penganiayaan, tetapi memang sedang oplas. Dalam konprensi pers RS menyatakan bahwa dia telah melakukan hoax yang terhebat.
RS kemudian dijadikan tersangka, menyebarkan berita bohong, dan para tokoh Tim Kampanye Paslon PADI dipanggilin Polisi untuk dimintakan keterangan termasuk Pak Amin Rais, Said Iqbal dan beberapa petinggi Tim Kampanye lainya.
Sekarang ini, sedang dalam proses diajukan pengadilan, dan tidak akan lama lagi akan diadili oleh Pangadilan, untuk mendapatkan keputusan hukum.
Baca Juga: Telusuri Pemikiran Prabowo Dalam Membangun Ekonomi Dan Pemberantasan Korupsi
Kejadian yang sama tetapi dengan pemain yang berbeda, bernama La Nyala Mattalitti, yang pada waktu Pilpres 2014 masuk dalam Tim Kampanye Prabowo – Hatta, beberapa waktu yang lalu menyampaikan bahwa La Nyalla adalah orang menyebarkan berita bahwa Pak Jokowi adalah PKI.
“Saya sudah keliling, kita sudah keliling dengan saya memviralkan bahwa Pak Jokowi bukan PKI. Saya sudah minta maaf, dan saya mengakui bahwa saya yang sebarkan isu PKI itu,” ungkap La Nyalla Matalitti di kediaman cawapres urut 02 KH Ma’ruf Amin, Jalan Situbondo, Selasa (11/12/2018).
“Saya yang ngomong Pak Jokowi PKI, saya yang mengatakan Pak Jokowi itu agamanya enggak jelas, tapi saya sudah minta maaf,” ia menambahkan. La Nyalla Matalitti mengaku sudah bertemu dan meminta maaf langsung kepada Jokowi. Ia bersyukur Jokowi mau memaafkannya.
Ia kini menjadi salah satu mantan pendukung Prabowo yang berbalik mendukung Jokowi. La Nyalla telah mengaku berbohong, dan memfitnah Pak Jokowi, menyebarkan hoax yang diakuinya secara terbuka diruang publik.
Apakah upaya La Nyalla berkeliling nusantara ini, menyatakan bahwa Pak Jokowi adalah PKI itu hoax, dan saya sendiri yang menyebarkannya, akan dapat mengurangi hoax tersebut?. Apakah orang percaya dengan La Nyalla dengan berbagai situasi latar belakang kehidupannya yang banyak di beritakan dimedia?. Bagaimana dengan aspek hukum atas hoax yang telah dilakukannya?. Apakah dengan langkah La Nyalla menyerang Prabowo dengan taruhan potong leher, Prabowo akan kalah di Madura Jawa Timur.
Bahkan menyatakan bahwa Prabowo tidak akan berani menjadi Imam Sholat, sedangkan Jokowi sudah sering jadi Imam Sholat berjamaah. Soal jadi Imam Sholat aturan agamanya sudah jelas yaitu siapa diantara jemaah sholat yang fasih bacaannya, dialah yang diutamakan menjadi Imam Sholat. Bukan soal berani atau tidak berani.
Karakter membenturkan antar Paslon Presiden dalam masa kampanye saat sekarang ini, tentu akan merugikan kedua Paslon dan juga menimbulkan keresahan di masyarakat. Pak Jokowi da Tim Juru Kampanye harus hati-hati dan mewaspadai manuver La Nyalla karena akan menimbulkan counter-productive.
Proses Hukum
RS saat ini telah meringkuk di penjara. Padahal hoax yang dilakukannya hanya menyangkut dirinya sendiri. Artinya dirinyalah yang dijadikan sumber hoax. Tetapi karena namanya juga menyebarkan berita bohong maka RS terkena pasal-pasal terkait berita bohong tersebut. Di sini Kepolisian cepat tanggap, karena dalam situasi suhu politik dalam masa kampanye. Jadi penanganan harus cepat dan diadili dengan cepat pula.
Tetapi hal yang sama tidak berlaku untuk La Nyalla. Padahal pengakuan La Nyalla itu sangat sensitif, menyangkut harkat dan martabat Presiden Jokowi dan keluarga Pak Presiden. Tuduhan Pak Jokowi adalah PKI dan tidak paham agama, oleh La Nyalla tentu melukai hati dan perasaan Pak Jokowi. Walaupun Pak Jokowi telah memaafkan, tetapi proses hukum tetap dilakukan.
La Nyalla harus di periksa oleh Kepolisian, digali informasi bagaimana dulu ceritanya sampai membuat fitnah Pak Jokowi itu PKI. Apa motivasinya. Apa saja bentuk gerakannya, siapa yang terlibat dan masuk dalam jejaring menyebarkan hoax tersebut.
Pihak Kepolisian harus memperdalam pengakuan La Nyalla, supaya jejaring yang dulu terbangun pada masa Kampanye Pilpres 2014, dapat dibongkar dan diputus mata rantainya pada suasana Kampanye saat ini, yang waktunya masih lama dan terasa semakin memanas dengan isu-isu kampanye hitam.
Jika Kepolisian tidak melakukan dan memerlakukan La Nyalla sama seperti RS, maka jangan disalahkan jika penilaian masyarakat Polisi sudah ikut “bermain”. Polisi tidak lagi berfungsi untuk menegakkan hukum, yang mengaharuskannya independen, tidak berpihak, dan mengawal nilai-nilai kebenaran sesuai azas dan prinsip negara Hukum.
Baca Juga: Hasil Penyelidikan Polisi: Ratna Sarumpaet Tidak Dianiaya, Tapi Operasi Plastik
Hindari kesan bahwa La Nyalla itu “kebal hukum”. Kesadarannya yang tinggi, dan pengakuan permohonan maaf yang disampaikan secara terbuka diruang publik, itu bentuk komitmen La Nyalla sadar hukum, dan tentu siap menghadapi konsekwensi hukum atas berita hoax yang dilakukan.
Pak Kapolri tidak perlu ragu, langkah kepolisian yang adil, dengan semboyan pengayom masyarakat dan siapapun akan mendapatkan perlakuan yang sama didepan hukum ditunggu masyarakat dalam menyelesaikan pengakuan fitnah yang dilakukan La Nyalla.
Antarlah kepengadilan, biarlah hakim yang memutuskan perkaranya, dan hakim juga akan memutuskan bahwa tuduhan terhadap Pak Jokowi itu fitnah. Jadi secara hukum sudah selesai, dan Pak Jokowi sudah clear dan clean. [SR]
Cibubur, 14 Desember 2018