GELORA.CO - Pertemuan Prabowo Subianto dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini menjadi sinyal kemenangan Prabowo di Pilpres 2019.
Pasalnya, usai pertemuan itu, peta politik di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipastikan berubah.
Jika sebelumya suara lebih mengarah kepada Joko Widodo (Jokowi), usai pertemuan itu, akan diambil alih Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Demikian hasil ‘penerawangan’ kritikus di Lereng Merapi, Natalius Pigai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (21/12) malam.
Pertemuan di Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan itu, tak kurang dari tiga jam lamanya digelar.
Tampak hadir pula para petinggi Partai Gerindra dan sejumlah tim sukses Prabowo-Sandi.
Secara khusus, Ketua Umum Partai Demokrat itu menyatakan akan menggunakan strategi kembar. Yakni memenangkan pileg dan pilpres secara bersamaan.
Karena itu, ia yakin peta suara Pilpres 2019 di Jawa Tengah dan Jawa Timur bakal berubah.
SBY, kata Natalius, bakal berperan menggembosi suara Jokowi secara siginifikan di sejumlah wilayah di Jatim dan Jateng.
Seperti Malang, Ngawi, Madiun, Pacitan, Blitar, Sragen, Solo, Kartosuro dan Wonogiri yang selama ini dikenal dengan istilah ‘Matraman’ yang diklaim menjadi ‘milik’ Jokowi.
“Sudah bisa dipastikan terbagi dua antara Prabowo dan Jokowi. SBY adalah tokoh utama wilayah Mataraman yang masih disegani,” kata Natalius.
Pertarungan tersisa di Keresiden Kedu yang merupakan basis santri yang meliputi Magelang dan Wonosobo di Jatim, serta Semarang, Demak, dan Rembang di Jawa Tengah.
“Namun jika dilihat secara cermat maka probabilitasnya perolehan suara Prabowo berpotensi besar karena suara Sutiyoso yang dikecewakan Jokowi di Gunung Pati, Semarang basis pemilih rasional. Demak dan Rembang mungkin Prabowo karena dukungan umat muslim dan ulama-ulama muslim,” jelasnya.
Untuk suara di Cepu, Grobogan dan Blora, mantan Ketua Komnas HAM itu yakini pasti beralih ke Prabowo.
Setidaknya, kata Natalius, ada dua pemicunya, yakni pembangunan pabrik Semen di Gunung Kendeng yang merusak ekosistem karst dan kehidupan budaya Samin.
Hal itu berlangsung di era Gubernur Ganjar Prabowo dan Pemerintah Jokowi.
Sedangkan pemidu kedua, yakni peristiwa meninggalnya seorang petani Blora bernama Fatmi di saat melakukan aksi cor kaki di depan Istana Negara karena menolak pabrik semen tersebut.
“Jadi, Prabowo berpotensi unggul, atau kedua capres imbang,” tutup Natalius. [rmol]