GELORA.CO - HARI ini, Rabu (26/12/2018) tepat 14 tahun lalu saat tsunami besar menghantam Aceh. Sebanyak 200-an ribu korban tewas saat itu, namun banyak juga yang selamat dan berusaha tegar melanjukan hidup.
Satu diantaranya, Delissa Fitri Rahmadani. Warga Banda Aceh yang menyaksikan gelombang dahsyat menyapu tanah kelahirannya dan memisahkan dirinya dan keluarga. Kisah duka itu, masih berjejak di kaki kirinya. Ia diamputasi.
Ya, smong atau istilah tsunami untuk Aceh, tak lekang dalam ingatan Delissa Fitri Rahmadani, smong yang datang usai gempa akbar. Bencana itu, merenggut nyawa ibu dan juga tiga saudara kandungnya.
Ayah Delisa waktu kejadian tsunami tengah berada di Jakarta. Ia tiba di Banda Aceh, tiga hari setelah tsunami melanda. Kini Delisa menjalani harinya dengan bantuan tongkat dan kaki palsunya. Saat bencana ia masih berumur tujuh tahun.
Ia menceritakan, usai gempa kembali ke rumah untuk mengumpulkan surat penting dan berkas lainnya untuk diselamatkan.
“Yang Delisa ingat, sempat sadar ngapung dipermukaan air, tidak ada orang satu pun di samping ada balita yang lehernya kesayat, Delisa hanyut ikut arus di cuaca yang panas,” sebutnya. Di atas permukaan air, sebut Delisa, ia ditarik ke dalam air. Awalnya ia mengira ular, sebab tarikannya semakin kuat.
Ternyata saat ia berusaha menyelamdan melepaskan tarikan itu, talikapal nyangkut di kakinya. Apalagi saat itu badannya penuh luka.
“Mulai dari situ enggak sadar sampai hari kedua sore, dan aku ditemukan sama warga tersangkut di atas kayu,” ucapnya. Warga mengira Delisa mayat, warga tersebut terkejut ternyata masih ada denyut nadi.
Ia juga merintih kesakitan. Warga itu mencari air mineral untuk membasuh luka. Akhirnya, ia dibawa ke rumah sakit Fakinah Banda Aceh.
“Waktu itu kaki kondisi kaki saya sangat luka parah. Hanya ada betadine, dokter juga sudah memberi tahu bahwa kaki saya harus diamputasi, dan saya pun menyanggupi permintaan itu,” sebut perempuan yang hobi menulis itu.
Hari kelima, sebut Delisa, baru ada bantuan medis. Sehingga kakinya tak bisa diselamatkan, hingga terpaksa diamputasi. Usai amputasi, ia baru ketemu dengan ayahnya.
Rasa duka yang menyelimuti keduanya tak bisa tertahankan. Apalagi ibunya dan saudaranya masih belum ditemukan saat itu. Ulee Lheue memang daerah yang cukup parah terdampak.
Delisa yang telah dewasa, mulai paham kenapa Allah menurunkan bencana. “Peringatan atau kiamat kecil yang Allah berikan. Jauh sebelum generasi kita sudah diperingatkan bahwa akan nada kiamat kecil, kita tidak bisa bayangkan betapa besarnya itu,” sebut Delisa.
Sementara itu, diperkirakan sekitar 10 ribu wisatawan kunjungi Aceh menyaksikan peringatan 14 tsunami Aceh. Kegiatan tersebut dipusatkan di Masjid Tgk Mahraja Gurah, kawasan Gampong Lam Geu Ue, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, Rabu (26/12).
Kadisbudpar Aceh, Amiruddin menyebutkan dalam kegiatan itu, Ustad Abdul Somad memberikan tausyiah, akan menjadi magnet bagi siapa pun. Pihaknya tetap berharap untuk semua pihak yang datang agar dapat menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban bersama.
“Kami berharap peringatan tsunami tahun ini berjalan sukses seperti tahun-tahun sebelumnya dan kami berharap di sini kita menjaga kebersamaan, kekompakan dan menjaga kebersihan,” kata Plt Kadisbudpar Aceh, Amiruddin.
Para pengunjung yang datang pun tak hanya dari Aceh, tetapi juga dari luar Aceh seperti Jakarta, setelah mengetahui bahwa Ustad Abdul Somad akan hadir memberikan tausyiah, bahkan luar negeri seperti Malaysia dan Jepang yang merupakan wisata mancanegara.
“Mereka datang tak hanya untuk mendengarkan tausyiah yang diberikan UAS, tetapi juga untuk melihat langsung bagaimana masyarakat Aceh solid untuk selalu memperingati dan mengenang tsunami serta membangun semangat kebersamaan bagaimana menghadapi bencana di masa yang akan datang,” jelasnya.
Ia juga mengaku tak ada kendala yang signifikan dalam menyiapkan kegiatan tahunan tersebut. Pihaknya juga mendapatkan bantuan donasi selain dari anggaran yang sudah disediakan. “Seperti misalnya mendapatkan bantuan seekor sapi untuk dipotong serta dimasak dan kenduri bersama besok, diperkirakan jumlah sapi yang dipotong untuk kenduri itu 6 ekor,” ujarnya.
Kenduri raya itu bentuk dari partisipasi masyarakat, baik dari instansi pemerintah seperti Disbudpar Aceh, Plt Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Besar atau pun pengusaha Aceh serta yang lainnya, termasuk pengusaha Peukan Bada.
“Mereka itu memberikan antusiasme dan perhatian yang luar biasa, mereka bangga Kecamatan Peukan Bada khususnya dan Aceh Besar umumnya menjadi tuan rumah dalam kegiatan ini,” tutupnya. [psid]