Oleh: Djadjang Nurjaman
Pengamat Media dan Ruang Publik
ANAK-anak muda sekarang nyalinya bener-bener gede. Tidak ada yang ditakuti. Istana dan Presiden Jokowi sudah kehilangan aura magisnya. Perlawanan arus bawah sudah menembus batas dinding kesakralan.
Aksi mereka, kian hari kian berani. Salam dua jari sudah menjadi teror yang menghantui Jokowi, bahkan istana kepresidenan.
Sebuah foto yang beredar massif di medsos menunjukkan beberapa remaja yang berfoto di tangga Istana bersama Jokowi mengacungkan salam dua jari. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikannya. Apakah anak-anak ini tidak mengenal rasa takut, atau istana dan presiden yang sudah kehilangan wibawa?
Para remaja ini benar-benar bernyali besar. Mereka adalah rombongan pelajar NU yang dibawa Sekjen Pengurus Besar (PB) NU Helmy Faisal Zaini dan sejumlah pengurus PBNU, bersama Menteri Pemuda Imam Nahrowi bertemu Jokowi di Istana Merdeka.
Seusai acara mereka diajak melakukan sesi foto resmi di tangga Istana. Ini pose formal. Pose kehormatan seperti pose para menteri yang baru dilantik.
Helmy Faisal dan pengurus PBNU terlihat mengacungkan 1 jari, diikuti sejumlah pelajar. Beberapa diantaranya memilih pose netral mengepalkan tinju. Yang buat kaget beberapa pelajar putri, berani mati mengacungkan dua jari.
Sebuah pukulan telak langsung di pusat kekuasaan. Sebuah perlawanan heroik yang menunjukkan nyali besar, sekaligus hancurnya wibawa istana dan Presiden Jokowi.
Perlawanan arus bawah ini menunjukkan posisi Jokowi sudah gawat darurat. Rakyat berani mengatakan langsung kepada Jokowi di istana, bahwa dia sudah tidak dikehendaki. Kami punya pilihan berbeda.
Dalam berbagai kunjungan di daerah Jokowi diteror remaja pengusung salam dua jari. Remaja mengacungkan salam dua jari ketika foto bersama (welfie) belakangan ini sudah jamak terjadi. Kemanapun Jokowi pergi sejumlah remaja sengaja mencari celah meledek Jokowi dan para petugas Paspampres.
Di Riau sejumlah remaja malah mengacungkan salam dua jari di depan Jokowi yang dikawal Kepala BIN Budi Gunawan dan Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksana.
Di Madura sejumlah remaja menimpali seruan pembawa acara Jokowi Pole (sekali lagi) menjadi Jokowi Mole (pulanglah). Hal itu terjadi pada deklarasi dukungan para kyai kepada Jokowi-Ma’ruf.
Bukan hanya Jokowi yang menjadi sasaran. Cawapres Ma’ruf Amin juga jadi korban keisengan. Sebuah video tengah viral ketika seorang ibu-ibu sengaja mengajak Ali Muchtar Ngabalin dan istrinya bicara soal Pilpres. Si Ibu dengan santainya mengacung-acungkan salam dua jari, dan merekamnya.
Wartawan senior Hersubeno Arief menyebut fenomena ini sebagai bentuk pembangkangan sosial (social disobedience) yang berubah menjadi perlawanan sosial.
Arus perlawanan ini seharusnya menyadarkan Jokowi dan tim kampanye sedang terjadi arus balik. Dilihat dari eskalasinya, dalam beberapa bulan ke depan, arus ini bisa berubah menjadi gelombang. Sebuah gelombang besar rakyat yang menghendaki perubahan. [rmol]