GELORA.CO - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak pernah punya janji politik untuk membeli saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Menurutnya, presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu justru pernah berjanji soal membeli kembali atau buy-back Indosat.
"Presiden tidak pernah membuat janji politik tentang pembelian saham Freeport, yang ada janji politiknya adalah pembelian saham Indosat," kata Fahri kepada JPNN, Kamis (27/12).
Lagi pula, kata Fahri, kontrak karya untuk PTFI di Papua sebenarnya berakhir pada 2021. Mantan wakil sekretaris jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu bahkan menyebut Jokowi pernah mengatakan tak akan mengutak-atik saham di Freeport karena negosiasinya baru bisa dimulai pada 2019.
"Tetapi kemudian ada lompatan. Dan lompatan ini sangat mencurigakan karena tidak saja pola ini sebenarnya sudah sering terjadi dan berakhir dengan kerugian di pihak Indonesia," tutur Fahri.
Pimpinan DPR yang membidangi kesejahteraan rakyat itu lantas mencontohkan divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Menurutnya, polanya sama dengan divestasi PTFI, yakni pemerintah seolah-olah membeli padahal sebenarnya cuma diberi utang.
"Pemberian utang itu nanti berakibat adanya kepemilikan semu, seolah-olah kita memiliki tapi sebenarnya tidak memiliki. Itulah yang terjadi dengan Inalum (sebagai pemegang saham mayoritas PTFI, red)," sebutnya.
Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu justru meragukan kekuatan finansial Inalum yang abru terbentuk pada periode terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Karena itu, kata Fahri, Inalum bisa menguasai 51 persen saham PTFI karena menggunakan utang.
Menurut Fahri, bukan tidak mungkin uang yang dipakai Inalum juga berasal dari pihak yang melepas saham PTFI. "Sehingga sebenarnya tidak ada pengambialihan saham secara mutlak, tetapi citranya begitu (menguasai mayoritas saham, red),” katanya.
Karena itu Fahri menegaskan, persoalan tersebut harus diperjelas. Sebab, bukan tak mungkin ada patgulipat di belakang akuisisi saham PTFI oleh Inalum.
“Ini yang harus dibongkar. Karena tidak saja ini punya kemungkinan kebohongan politik dan membohongi publik, tetapi ada kerugian negara yang besar sekali. Apabila kita menunggu 2021, petanya tidak akan seperti ini," tandas Fahri. [jpn]