GELORA.CO - Rencana pemerintahan mengalihkan kepemimpinan Badan Pengurusan Batam (BP Batam) ke Wali Kota Batam dinilai sebagai keputusan kontroversial dan akan merugikan semua pihak.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengingatkan dalam mengambil putusan terkait dualisme kepengurusan dunia industri di Batam, presiden semestinya tidak boleh melanggar UU UU 53/1999 tentang Pembentukan Pemeritah Kota Batam dan UU 23/ 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Oleh sebab itu apabila dia ingin disatukan, maka dia memerlukan regulasi setingkat undang-undang, atau Perppu. Karenanya ini penting," katanya kepada wartawan, Selasa (25/12).
Menurut dia, ketimbang membuat Perppu, sebaiknya Presiden memerintahkan menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undangnya dengan DPR. Dalam hal ini Komisi II DPR RI melalui Pansus sebagaimana pembentukan otonomi baru di daerah lainnya.
"Kalau kita lihat posisi strategisnya, meskipun dia adalah bagian dari Kepulauan Riau, seharusnya Batam bisa menjadi suatu daerah istimewa yang lebih dinamis. Format inilah yang harus dibahas. Jangan asal sekadar mau membangun keputusan yang kontroversial," ujarnya.
Meski demikian, kata Fahri, tidak mudah membuat sebuah undang-undang untuk sebuah daerah otonom karena butuh proses yang sangat panjang. Tidak hanya persetujuan DPR, tapi juga harus meminta persetujuan DPD, setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri khususnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.
Dikatakan Fahri, lantaran pembuatan undang-undang tidak mudah, seharusnya Presiden tidak melakukan pekerjaan kontroversial yang merugikan Indonesia dan suasana Pemilu. Sebaiknya, pembuatan undang-undang itu dilakukan paska Pemilu 2019.
"Atau lebih baik malah dilakukan oleh Presiden yang dilantik pada tanggal 20 Oktober yang akan datang," pungkasnya. [rmol]