GELORA.CO - Pemerintah Indonesia Jumat (21/12) kemarin, mengumumkan telah berhasil merebut pertambangan yang sebelumnya dikuasai oleh Freeport McMoran. Perjanjian pembayaran Divestasi Saham sebesar 51 persen antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) persero yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) telah dibayar.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah memberikan komentarnya. Menurutnya, hal itu bukan sesuatu yang perlu dibanggakan. Pasalnya, Pemerintah melunasi Divestasi Saham tersebut dengan cara mengutang.
"Dibeli pakai Utang diberi judul dibayar lunas... #Alamaaaak," cuit akun linimasa Twitter @Fahrihamzah, Sabtu (22/12).
Dibeli pakai utang diberi judul dibayar lunas... #Alamaaaak— #Setelah47 (@Fahrihamzah) 21 Desember 2018
Peneliti ekonom dari Lingkar Survei Perjuangan (LSP), Gede Sandra, juga memberikan sentimen negatif terhadap peralihan Freeport tersebut. Justru menurutnya, Pemerintah tidak perlu membayar Divestasi Saham.
Sebab, kontrak perusahaan pertambangan bijih emas, tembaga, dan perak ini akan berakhir pada 2021.
"Bukannya hendak mengempiskan kegembiraan, tapi deal dengan Freeport ini merugikan kita. Akan lebih baik sebenarnya bila kita tunggu sampai tahun depan batas perpanjangan kontrak habis, dan Freeport akan kembali ke pangkuan Indonesia tanpa perlu keluar banyak sekali duit yang juga dari Utang," tweeps akun @gedesandra.
Mantan Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Rustam Ibrahim pun menanggapi komentar itu. Khususnya kepada Fahri Hamzah yang dianggapnya tidak memahami skema Utang.
"Maksudnya dibayar lunas ke Freeport, Utang sama bank dibayar mencicil. Hal yang biasa dalam bisnis. Masa gitu saja gak paham-paham. https://t.co/oooQyX1QLM," balas akun @RustamIbrahim [akr]