OLEH: ZENG WEI JIAN
GELORA.CO - TRAGEDI Mahfud MD "dikerjain" nyaris terlupakan. Setelah lima bulan, Kyai Maruf Amin nyata berperan sebagai "anchor". Sebuah jangkar yang menambat popularitas Jokowi.
Kapal paslon Ko-Ruf itu diam tak bergerak. Malah ada gerakan merosot ke bawah. Oleng. Miring. Karam. Kandas. Sedikit demi sedikit.
Harapannya; Kyai Maruf Amin bisa redam antipati umat terhadap Jokowi. Tapi, Reuni 212 malah makin rame.
Sejak awal, ada banyak laporan seputar balik arah. Misalnya cerita seorang anggota tim saya. Di rumah, hanya dia sendiri yang Aniser. Abang, adik dan ibunya die-hard Ahok/Joko.
Begitu kyai Maruf Amin resmi digaet, sontak mereka balik badan. Alasannya; Faktor usia. Mereka ngga bisa membayangkan Kyai Maruf Amin tampil di forum internasional menjadi wakil seluruh rakyat.
Political disaster itu pecah saat Kyai Maruf melakukan berbagai blunder. Sepanggung dengan ketua-ketua partai dangdutan, diprotes kelompok tuna netra, merilis statement mobil Esemka akan keluar bulan Oktober, mendukung "Islam Nusantara" dan usahanya memoderasi Reuni 212.
Kyai Maruf Amin tidak sanggup merehabilitasi stigma anti-Islam klik Jokowi.
Plus, persepsi terhadap figurnya tidak bergeser. Dia tetap tidak more minority-and millennial-friendly. Singkatnya; Tidak Marketable.
Ngga heran bila ada desas-desus Jokowi dan tim kesal. Kyai Maruf Amin jatuh dan kakinya terkilir. Hingga harus dirawat di rumah sakit. Sampai sekarang, Jokowi tidak pernah bezoek.
Indikasi anggapan Kyai Maruf Amin sebagai Kubu Jokowi's liability adalah Erik Tohir berperilaku sebagai Cawapres. Tidak lazim ketua tim kampanye blusukan ke pasar dan ngecek telur asin ditemenin segerombolan juru kamera.
Ckrakkk ckreekk...dulu Tohir pernah mencibir aksi turun ke pasar sebagai "pencitraan". Eehh yaelah, dia sendiri lakukan itu.
Penulis merupakan aktivis Komunitas Tionghoa Antikorupsi (KomTak) [rmol]