GELORA.CO - Nama pendakwah Habib Bahar bin Smithmenjadi perbincangan setelah tudingan ujaran kebencian yang ia lontarkan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menjawab polemik dirinya, ia pun angkat suara pasca menadapatkan panggilan dari kepolisian.
Ia mengatakan hal tersebut melalui telewicara di acara Apa Kabar Indonesia Malam, Senin (4/11/2018).
Selain Habib Bahar, hadir pula di dalam studio Tenaga Ahli Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin.
Mereka berdua terlihat berdebat mengenai kajian-kajian dari kitab hingga ajaran para Rasul.
Kajian tersebut mereka gunakan untuk mendebat ujaran kebencian yang pernah dilontarkan Habib Bahar bin Smith ketika berdakwah.
Saat berdebat sengit, pembawa acara pun harus menengahi dan menjeda perdebatan mereka karena segmen telah habis.
Ketika kembali masuk ke segmen berikutnya, percakapan keduanya tak sengaja masih terekam.
Habib Bahar dan Ali Ngabalin berbincang santai mengenai makanan.
"Makan nasi kuning Saroja baru betul," ujar Ali Ngabalin santai dengan tertawaan.
"Oh iya musti pergi ke Manado ini," jawab Bahar sambil tertawa pula.
Lihat videonya:
Melalui acara tersebut pula, Habib Bahar memastikan dirinya akan penuhi panggilan Bareskrim Polri soal kasus ujaran kebencian dirinya.
Awalnya, pembawa acara menanyakan alasan kenapa Habib Bahar bin Smith tidak dapat memenuhi panggilan Bareskrim Polri pada hari Senin, (3/11/2018).
Habib Bahar bin Smith mengatakan jika pihaknya baru menerima surat itu pada sore hari.
"Tidak ada jadwal, kita terima surat panggilan tadi (Senin) jam 4 sore," kata Habib Bahar bin Smith.
Saat ditanya soal pelaporan dugaan ujaran kebencian yang dilakukannya kepada Jokowi, Habib Bahar bin Smith mengatakan dirinya tetap tidak akan minta maaf.
"Iya, kalau bagi mereka yang melaporkan saya itu adalah suatu kesalahan, saya tidak akan pernah minta maaf dari kesalahan itu," tegas dia.
Dirinya menyayangkan jika isi ceramah itu hanya diambil sepotong saja tanpa memperhatikan keseluruhannya.
Setelah itu, Habib Bahar bin Smith pun menjelaskan maksud dari isi ceramah itu.
"Harus dilihat rentetan urutan ceramah itu, maka saya bilang kalau memang berani, coba putar, live."
"Ceramah saya satu jam kenapa cuma diambil dua menit, putar live ceramah saya satu jam dari awal sampai akhir," tutur Habib Bahar bin Smith.
Lebih lanjut, Habib Bahar bin Smith tidak mau ambil pusing terhadap orang yang melaporkannya.
"Itu kan sudah saya bilang, itu yang mereka melaporkan saya ada di pihak rezim, ada di pihak kekuasaan."
"Biar masyarakat yang menilai, biar umat Islam yang menilai," ujar Habib Bahar bin Smith.
Habib Bahar bin Smith pun menegaskan dirinya akan memenuhi panggilan menjadi saksi dalam kasus dugaan ujaran kebencian.
"Surat panggilan pertama tadi sore, di situ tertulis tanggal 6 (Desember), ya saya bakal datang, sebagai kewajiban, saya bakal datang. Saya orangnya kooperatif," tegas dia.
Dilansir Tribunnews.com, Bahar bin Smith atau yang lebih dikenal dengan nama Habib Bahar lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada 23 Juli 1985.
Ia merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.
Bahar berasal dari keluarga Arab Hadhrami (sekelompok penduduk nomaden yang berasal dari Hadhramaut, Yaman) golongan Alawiyyin (kelompok yang memiliki keterkaitan darah dengan Nabi Muhammad).
Pada tahun 2009, Bahar menikahi Fadlun Faisal Balghoits.
Dalam pernikahan tersebut, Bahar dikaruniai empat anak.
Dilaporkan Ketua Umum Cyber Indonesia
Habib Bahar dilaporkan oleh Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid.
Muanas membawa bukti video ceramah Habib Bahar yang menghina Presiden Jokowi.
"Jelas bahwa kita mendesak pihak aparat supaya tidak ragu-ragu, karena sudah melampaui bataslah ceramah-ceramah seperti ini."
"Dan yang disampaikan Habib Bahar itu sudah ada di mana-mana, dan selalu melakukan sumpah serapah, caci maki begitu."
"Terkesan bukan seorang pendakwah tapi lebih ke timses pasangan calon lain menyerang Presiden Jokowi."
"Ini juga kemudian menjadi tidak sejuk," kata Muannas Alaidid.
Respons juga datang dari Kantor Staf Kepresiden yang mengutuk ucapan Habib Bahar.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko.
“Iya dong, bahkan pelaporan itu harus dilaporkan, tutur kata dan perilaku ulama seharusnya menjadi panutan, tidak seharusnya seorang ulama berbicara seperti itu,” ucap Moeldoko ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).[tribun]