GELORA.CO - TERBUKTI sudah bahwa ternyata tak perlu kehadiran fisik seorang Habib Rizieq Shihab untuk membuat Reuni 212 pada 2 Desember 2018 dihadiri oleh begitu besar jumlah Umat Aksi Bela Islam. Tidak perlu juga gembar-gembor kehadiran semua ulama yang dikriminalisasi terkait dana Aksi Bela Islam pada 2017 dan tidak perlu juga kehadiran Ketua MUI.
Nyata bahwa bahkan dengan segala upaya menghambat kehadiran baik secara intimidasi, persuasi, penggiringan opini, penghambatan fisik, pelarangan moda transport, minimnya publikasi media, Umat Aksi Bela Islam tetap tumpah ruah sejak dinihari hingga siang hari memenuhi kawasan Monas Jakarta dan sekelilingnya.
Kenapa begitu banyak Umat Aksi Bela Islam ini membanjiri kawasan Monas? Sederhana saja, ada nikmat iman, nikmat sehat dan panggilan jihad di jiwa-jiwa mereka untuk menyuarakan pentingnya mengelola negara dengan moral yang tinggi.
Demi menjalankan perintah Allah dan Rasullah sebagaimana dinyatakan pada QS. At-taubah 9: Ayat 71, yaitu: "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Itulah yang membuat Reuni 212 menjadi begitu dahsyat. Semua bergerak karena adanya perintah untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran. Semua saling tolong menolong menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Berbagi konsumsi, berbagi tempat pemondokkan, saling berbagi tempat berdiri dan duduk, saling menjaga kebersihan, saling mengingatkan untuk sabar, saling berbagi kemudahan transportasi dan saling mendoakan demi kebaikan bersama.
Siapa yang kepanasan atas kegiatan ini? Tentu saja para pembusuk hati. Para orang yang tidak menempatkan moral sebagai gaya hidup. Para orang yang picik dalam bertoleransi antar umat beragama. Para orang yang merasa nikmat dunianya terganggu. Para pencari harta yang kerap memperkaya diri dengan tipu muslihat. Para pejabat penjilat yang takut posisinya diganti. Para politisi yang terbiasa menjadikan rakyat sebagai komoditas. Para kelompok yang mendapat manfaat dari ketidakbecusan kepemimpinan nasional. Para kelompok yang menjadi kerap menjadi penumpang gelap demokrasi. Dan tentu saja pemimpin yang berpura-pura mengurus rakyat, yang perilakunya penuh tipu daya.
Akankah gerakan moral ini terus berlangsung atau cuma sesaat menjelang Pemilu 2019? Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua, sehingga kesadaran untuk tolong menolong dalam kebaikan dan tolong menolong untuk menjauhi keburukan menjadi budaya baru bangsa ini.
Semoga panggilan iman untuk senantiasa mendukung kebaikan dan senantiasa menolak keburukan, tidak pernah lekang dari hati Umat Aksi Bela Islam. Semoga semakin banyak Umat Islam yang turut mendukung gerakan moral ini. Semoga semakin banyak umat beragama lainnya yang juga mendukungnya, karena pada dasarnya semua agama melarang keburukan dan memerintahkan jalan kebaikan, kejujuran dan ketulusan.
InsyaAllah, walau pada Pemilu 2019 kita mengalami pergantian kepemimpinan nasional, gerakan moral ini terus ada dan akan terus mengingatkan pemimpin nasional untuk terus fokus kepada amanat Pancasila dan UUD. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD yakni: "...pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...".
Karenanya, jangan pernah berhenti mendukung Gerakan Moral 212. Jangan pernah berhenti meminta pemerintah untuk senantiasa terus menerus memberikan yang terbaik untuk rakyat. Jangan pernah membiarkan pemerintah berfoya-foya atau berleha-leha dengan semua fasilitas dan keuangan negara. Jangan pernah berhenti mengeritik kesalahan pemerintah siapapun presidennya.
Dan jangan pernah berhenti mendukung pemerintah yang bekerja siang malam demi persatuan bangsa, demi rakyat adil makmur, demi bangsa berdikari, demi gemah ripah bagi seluruh rakyat. Demi Indonesia Raya yang lebih baik. Indonesia Raya, Merdekalah Selalu...! [***]
Penulis adalah Direktur Eksekutif Strategi Indonesia. [rmol]