GELORA.CO - Tatapan matanya kosong, menerawang jauh 14 tahun silam, tangannya bergetar sambil memengang kartu Surat Izin Mengemudi (SIM) atas nama Sri Yunida, yang hilang ditelan gelombang hitam bernama tsunami 26 Desember 2004 silam.
Sri Yunida kekasih hati Taufik Alamsyah, Istri yang ditunggu-tunggu berharap mukjizat akan kembali kepelukannya. Namun Tuhan berkehendak lain, 19 Desember 2018 Taufik menemukan istrinya telah terbungkus plastik hitam jenazah, di Dusun Lamseunong, Desa Kajhu, Kecamatan Baitusallam, Aceh Besar.
Jenazah Sri Yunida ditemukan pekerja bangunan bersama 46 jenazah korban tsunami lainnya dalam satu lahat secara tidak segaja, saat para tukang menggali tanah untuk pembuangan air perumahan.
Penantian Taufik Alamsyah, selama 14 tahun terjawab sudah, “Ya saya dianggap orang gila, karena masih mengharap mukjizat, ya mana taukan dia kembali lagi,” ujar Taufik Alamsayah, menceritakan penantiannya.
Selain istri, ia juga kehilangan anak dan mertuanya saat tsunami. "Istri saya lari menyelamatkan diri bersama orang tuanya,” kisahnya, seusai menemukan jenazah istrinya.
Saat tsunami menerjang, Taufik dan keluarga nya tinggal dikawasan Kajhu, Aceh Besar, ia dihatam gelombang tsunami dan terseret air dua ratus meter dari rumahnya.
Taufik kemudian memegang pondasi sebuah rumah untuk bertahan, sang buah hati terlepas dari genggamannya. Taufik telah mencari-cari istri, anak dan mertuanya kesegala penjuru, namun tak menemukannya, hingga membuatnya drepresi.
"Selama 14 tahun saya masih mengharap istri kembali walau dalam kondisi apapun, saya masih berharap untuk bisa dipertemukan,” ujarnya.
19 Desember 2018 sore, Taufik mendapatkan informasi, jenazah isterinya telah ditemukan, SIM atas nama Sri Yunida sebagai bukti melekat dijenazah.
“Waktu itu saya lagi di mobil, ada yang telefon saya kirain soal tanah saya di Kajhu, rupanya dia bilang, Bang pulang terus kak Nida sudah dapat, kaget saya, untung bukan saya yang bawa mobil,” tambahnya.
Kawasan pesisir pantai Banda Aceh dan Aceh Besar memang terdapat beberapa kuburan masal tanpa tanda, sebab pada saat itu kondisi Aceh sehabis diterjang gelombang tsunami masih porak poranda, beberapa jenazah tergeletak dibeberapa lokasi, hingga para relawan yang datang membatu Aceh saat itu bersama warga yang selamat berinisiatif menguburkan jenazah korban tsunami secara masal ditanah warga terdekat.
“Kalau lokasi ini bukan penemuan dan tapi pemindahan, karena 14 tahun silam saya juga yang menguburkannya,” ujar Zulfikar, tokoh pemuda Kajhu Aceh Besar, Sabtu (24/12/2018) saat melakukan pemindahan 13 jezanah korban tsunami dari salah satu tanah warga yang akan dilakukan pembangunan.
Menurut Zulfikar kondisi saat itu sangat kacau, banyak jenazah yang tergelat dipinggiran jalan berhari - hari, hingga pihaknya bersama relawan bersjibaku menguburkan jenazah ditanah - tanah warga.
“Seingat saya ada tujuh lokasi kuburan masal di sekitaran Kajhu ini, dan yang harus segera direlokasi itu yang dipinggiran sungai Lamnyong, tempat latihan mobil, itu juga banyak jenazah di situ,” tambahnya.
Kebanyakan jenzah yang dimakamkan tersebut merupakan jenazah tampa identitas, dan tidak ditemukan oleh keluarganya.
Sementara di Banda Aceh dan Aceh Besar terdapat beberapa kuburan masal tsunami resmi, diantaranya kuburan masal Siron, Aceh Besar, Lhokga, Peukan Bada, dan kuburan Masal Ulhe Lheu Banda Aceh.
Hampir setiap tahun lokasi kuburan masal ini pada 26 Desember ramai dikunjungi warga yang kehilangan sanak saudaranya pada 26 Desember 14 tahun silam, untuk memanjatkan doa. [okz]