GELORA.CO - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyinggung fenomena aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang ditunggangi kepentingan politik. Kekesalannya itu dilontarkan saat menyampaikan pidato dalam penutupan 'Rakornas Persiapan Pemilu Serentak Tahun 2019' yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Teman-teman yang suka demo itu, demonya tuh ngopo sih? Udah panas, lapar, kehujanan. Demo teriak-teriak, ujung-ujungnya ditunggangi pihak lain. Demonya demo agama, teriaknya soal politik. Bagaimana ini?" kata Wiranto di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (22/11).
Mantan Panglima ABRI itu kemudian mencontohkan Aksi Bela Tauhid yang digelar pada Jumat (2/11) lalu. Wiranto menyebut ada penyampaian narasi kampanye pemilu yang disampaikan oleh orator, yang menurutnya sudah berbelok dari substansi demonstrasi.
"Demonya soal akidah. Tapi yang teriak naik mobil (komando) itu dukung pasangan nomor ini. 'Jatuhkan, turunkan Pak Jokowi!' Ini demo agama atau demo politik?" ucap Wiranto.
Menurut Wiranto, seharusnya pihak yang ingin menyampaikan aspirasi tak perlu melakukan aksi unjuk rasa dengan turun ke jalan. Namun dapat dilakukan dengan cara mengirimkan perwakilan mendatangi Kemenkopolhukam, beraudiensi menjelaskan keinginannya.
"Kalau maunya sudah bisa direkam, diterima oleh para pemimpin. Pemimpin akan bermusyawarah. Ini kira-kira permintaannya patut dilakukan apa enggak, masuk akal dilaksanakan apa enggak. Kalau enggak (masuk akal), kami jawab 'Oh belum bisa. Nanti tahun depan atau nanti tunggu biayanya'," ucap Wiranto.
Wiranto kemudian membandingkan situasi demo pada zaman dahulu, ketika sistem pemerintahan masih dipegang oleh seorang raja. Menurut Wiranto, pada zaman dahulu demonstrasi tak seheboh seperti saat ini.
"Zaman kerajaan kita, demonya itu duduk sila di alun-alun. Diam, enggak teriak-teriak. Rajanya ngelihat mereka itu ngapain panas-panas. Oh itu demo minta pajak diturunkan. Rajanya ngerti, coba musyawarah, dan bubar demo," pungkasnya. [jpc]