GELORA.CO - Nama Ketua Umum PSS, Edy Rahmayadi sejak beberapa waktu menjadi bahan pembicaraan publik.
Itu terkait gagal lolosnya Timnas Indonesia ke Semifinal Piala AFF 2018.
Tidak hanya itu, sejumlah pernyataan Edy juga sempat viral.
Satu di antaranya pernyataan Edy saat ditanya mengenai prestasi Timnas Indonesia di Piala AFF 2018.
Edy pun menjawab pertanyaan wartawan, dan mengatakan wartawan harus baik jika ingin timnas baik.
Baru-baru ini sebuah fakta tentang Ketua Umum Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI), Edy Rahmayadi juga terungkap.
Acara Mata Najwa Trans 7, Rabu (28/11/2018) menghadirkan sebuah kajian menarik tentang dunia sepak bola.
Dilansir Tribun Wow (Grup TribunJatim.com), dalam acara itu, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot Dewo Broto menjawab pertanyaan presenter Najwa Shihab, tentang apa yang diperlukan untuk memperbaiki Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI).
"Selain faktor pelatih, apalagi menurut Anda yang seharusnya menjadi perhatian lebih PSSI, kalau kita bicara Timnas dan prestasinya.
Menjawab pertanyaan Najwa Shihab, Gatot mengatakan jika yang terpenting saat ini adalah leadership PSSI.
"Leadership dari Pak Edy," jawab Gatot.
"Apa yang salah dari Pak Edy?," tanya Najwa.
"Pak Edy tidak salah, jadi juga perlu saya luruskan, Pak Edy itu tidak melanggar undang-undang,".
"Dalam UU itu yang dilarang adalah pejabat publik itu menjadi pengurus KONI, dalam hal ini saya bela Pak Edy,".
"Tapi dalam konteks kepatutan, di Jakarta juga banyak menteri yang merangkap jabatan, Pak Wiranto itu (di cabang olahraga) (angkat) besi, Pak Airlangga di (cabor) wushu, kemudian Pak Basuki di (cabor) dayung,".
"Tapi Pak Edy itu alangkah indahnya itu konsentrasinya mengurus PSSI ya di Jakarta, tapi kan kehormatan beliau sebagai gubernur di Sumatera Utara itu banyak yang diurus,".
"Nah PSSI itu seakan-akan jangan sampai ayam kehilangan induknya, jadi perlu interaksi yang baik,".
"Jangankan interaksi, kadang wartawan saja disalahkan sebagai biang keladi kegagalan timnas gitu," ujar Gatot.
Gatot lantas menceritakan pengalamannya yang menunjukkan jika sebenarnya Edy Rahmayadi memiliki komunikasi yang baik dengan bawahan.
"Tapi dalam konteks ini, beliau itu harus bisa kalau dalam bahasa manajemen itu bisa hadir dalam suatu korporat, ini ada masalah beliau sebagai seorang panglima tempur dan apa yang harus dilakukan, jangan seolah-olah ada jarak," imbuhnya.
Sebelumnya gagalnya Timnas Indonesia dalam babak penyisihan grup di Piala AFF 2018 menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Menpora, Imam Nahrawi, mengatakan kalau PSSI harus memberikan pernyataan resmi kepada masyarakat terkait kegagalan Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2018 itu.
"Saya tunggu pernyataan resmi PSSI dan ketua umumnya. Kalau toh PSSI dan ketumnya belum merespons keinginan publik dengan cepat, ya tetap kita dukung pemain-pemain yang sudah berjuang ini," ujar Menpora Imam Nahrawi seperti dikutip dari BolaSport.com.
Imam Nahrawi juga mengimbau kepada publik sepak bola nasional untuk bersabar menunggu pernyataan dari PSSI.
Menpora berharap kegagalan ini tidak melunturkan dukungan untuk Timnas Indonesia yang masih menyisakan satu laga lagi.
"Kalau toh PSSI dan ketumnya belum merespons keinginan publik dengan cepat, ya tetap kita dukung pemain-pemain yang sudah berjuang ini," tutur Imam.
"Tetap menontonlah, kita dukung pemain-pemain yang terus berjuang. Mereka terus berjuang sampai titik darah penghabisan," ujar Imam menambahkan.
Sementara itu, dalam program yang sama, satu di antara anggota Exco PSSI, Refrizal membeberkan fakta tentang Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi.
Refrizal membongkar kasus suap yang nyaris menerpa nama Edy Rahmayadi sebagai Ketum PSSI.
Dilansir dari Bola Sport, Kamis (29/11/2018), politisi PKS itu membeberkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan sekretaris Kemenpora, Gatot Dewa Broto tentang terobosan Edy selama memimpin PSSI.
Ia menuturkan jika Edy cukup bijak dalam memimpin PSSI.
Refrizal bahkan menyatakan jika Edy sempat menolak suap bernilai triliunan rupiah dari mafia luar negeri.
Ada mafia yang lebih besar, dari luar negeri, dia menawarkan Rp 1,5 T ke Pak Edy, tapi ditolak. Pak Edy itu bentengnya PSSI," kata Refrizal.
"Sebenarnya Pak Edy kalau mau kaya gampang saja tinggal terima suap itu, tapi dia tidak," lanjut pria 59 tahun itu.
Penuturan tersebut seolah membuka sisi lain Edy yang sebelumnya kerap disoroti tajam netizen perihal rangkap jabatan.
Pasalnya, selain berstatus Ketua Umum PSSI, Edy juga menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara dan Pembina PSMS Medan.
Edy semakin ramai dikritik kala Timnas Indonesia menuai hasil buruk di Piala AFF 2018.
Timnas Indonesia kala itu gagal lolos fase grup dan membuat Edy dan PSSI disoroti hingga media luar negeri.
Keinginan Edy Rahmayadi untuk Mundur
Edy Rahmayadi sempat mengungkapkan bahwa ia sempat ingin mundur dari jabatannya sebagai ketua umum PSSI.
Hal itu disampaikan secara langsung oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Refrizal, pada saat acara Mata Najwa, Rabu (28/11/2018).
Namun sepertinya permintaan mundur Edy sebagai Ketum PSSI ditolak oleh Exco.
Pasalnya, Edy sudah menolak ketika ada bandar judi untuk menyogok PSSI dengan uang tunai Rp 1,5 triliun.
“Saya dan Gusti Randa (Exco PSSI) saksinya bahwa pak Edy sempat mau mundur dari ketum PSSI. Tapi akhirnya kami larang dan memintanya untuk bertahan,” kata Refrizal.
Setelah ditolak oleh Exco PSSI, Edy sempat berbicara dengan Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI untuk meminta mundur.
Dilansir dari Bola Sport, pria yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara itu mengumpulkan para Asprov PSSI di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat.
“Saat itu semua kompak Asprov PSSI menolak dan meminta pak Edy bertahan karena dia sudah menolak bandar judi yang ingin menyogoknya,” kata Refrizal.
“Pak Edy itu merupakan benteng sepak bola kita karena dia memiliki sikap yang tegas,” tutup Refrizal.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang menyuarakan agar Edy untuk keluar sebagai Ketum PSSI.
Hal itu karena prestasi timnas Indonesia yang dinilai gagal dalam semua ajang event tahun ini. [trb]