GELORA.CO - Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham mengaku dua kali menemui Johannes B Kotjo yang akan menggarap proyek PLTU Mulut Tambang Riau 1. Versi dia, mau minta sumbangan dari pemilik saham Blackgold Natural Resource.
Idrus mengatakan pada pertemuan pertama, dia datang sendiri ke kantor Kotjo di Graha BIP, Semanggi, Jakarta pada Maret 2018. Sementara pada pertemuan kedua ditemani Eni Maulani Saragih, politisi Golkar yang menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Pada pertemuan pertama, Idrus yang mengaku sudah lama kenal dengan Kotjo, saling melempar pujian. Baru kemudian menyampaikan niatnya minta sumbangan buat masjid.
"Di situlah langsung saya cerita kepentingan saya di situ. Saya bilang, 'Tapi Pak Kotjo belum beramal dan berinfak di masjid'. Lalu Pak Kotjo bilang, 'Ya sudah nanti itu'," kata Idrus saat bersaksi untuk perkara Kotjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Menurut Idrus, Kotjo memberikan sinyal akan memberikan uang. Namun, tidak menyebut angkanya. Sebab setelah Idrus menyampaikan permintaan sumbangan, Kotjo langsung bercerita tentang proyek PLTU Riau 1.
Saat itu, Kotjo menyampaikan proyek itu sebagai wujud pengabdiannya kepada negara. Menurut Kotjo, proyek nasional itu murah, bersih, dan sebentar lagi rampung.
"Setelah itu Pak Kotjo katakan, 'Bang Idrus, saya punya kerjaan betul, saya punya kerjaan PLTU Riau-1 tapi sudah diujung kok sudah mau selesai. Ini murah dan ada investor dari luar, nggak ada uang APBN'," papar Idrus.
Mendengar klaim proyek itu murah, Idrus mengingatkan Kotjo agar berhati-hati. Sebab, menurutnya, proyek murah akan menjadi sorotan penegak hukum seperti KPK. Lantaran berbeda dengan proyek lain yang menelan banyak duit negara.
"Dia menantang saya, 'Bang Idrus, ini terbuka, kalau perlu kita panggil jaksa dan KPK untuk awasi'. Setelah itu dia bilang ini halal lalu terakhir dia bilang, 'Kalau untuk makan saya sudah cukup, tapi ini pengabdian kepada negara, harga murah'," kata Idrus menirukan ucapan Kotjo.
Menurut Idrus, meskipun sempat membahas proyek PLTU dengan Kotjo, ia tak mau lebih jauh mencampuri urusan itu. Pertemuan diakhiri tanpa kejelasan uang sumbangan yang akan diterima.
Kemudian pada Juni 2018, Idrus kembali menemui Kotjo di kantornya. Kali ini, ditemani Eni Saragih. Menurut Idrus, dia dan Eni memiliki maksud yang berbeda. Idrus mengaku hendak menindaklanjuti pembicaraan soal sumbangan infak. Sementara Eni meminta bantuan dana untuk kepentingan suaminya ikut pilkada.
"Kepentingan yang beda. Memang Eni langsung bilang, 'Pak Kotjo saya datang ini tujuan berbeda, saya pinjam uang. Untuk keperluan dalam pilkada'," kata Idrus menirukan Eni.
Keterangan Idrus ini bertolak belakang dengan kesaksian Eni yang mengatakan Idrus menemui Kotjo untuk meminta bantuan dana Munaslub Golkar. Idrus menampik kesaksian Eni. Ia bersikukuh dengan keterangannya.
Idrus berdalih saat bertemu Kotjo sudah menjabat Menteri Sosial. Menggantikan Khofifah Indar Parawangsa yang maju sebagai calon gubernur Jawa Timur.
"Waktu mau Munaslub saya enggak punya kepentingan apa-apa. Ketua umum sudah ditunjuk, panitia (Munaslub) sudah dibentuk," kilahnya.
Keterangan Idrus mengenai dua kali pertemuan dengan Kotjo berbeda dengan surat dakwaan perkara Kotjo. Menurut jaksa KPK, Idrus pertama kali bertemu Kotjo pada 15 Desember 2017.
Dalam pertemuan itu, Kotjo mengatakan ada fee 2,5 persen jika proyek PLTU Riau 1 terlaksana. Proyek itu bernilai 900 juta dolar Amerika Serikat (AS).
Pertemuan kedua terjadi 5 Juni 2018. Dalam dua pertemuan itu, Idrus selalu bersama Eni.
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa menyuap Rp 4,75 miliar terkait proyek PLTU Riau 1. Proyek itu akan digarap bersama PT Pembangkit Jawa Bali, PT PLN Batu Bara, China Huadian Engineering Corporation, dan Blackgold. PT Samantuka Batubara, anak usaha Blackgold akan jadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau 1.
Kotjo dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 Undang Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang diubah dengan UU 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Perkara ini menyeret Idrus dan Eni. Keduanya turut ditetapkan sebagai tersangka karena menerima Rp 4,75 miliar dan dijanjikan 1,5 juta dolar AS jika proyek berjalan.
Kilas Balik
Rezeki Proyek PLTU Bakal Dibagi Rata Bertiga
Direktur Utama PLN Sofyan Basir disebut meminta jatah fee proyek PLTU Riau 1 kepadaJohannes B Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources.
Hal diungkapkan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat dihadirkan dalam sidang perkara suap proyek PLTU Riau 1 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Awalnya, jaksa KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Eni nomor 79. Isinya soal pertemuan di sebuah restoran Jepang di Hotel Fairmont akhir 2017. Dihadiri Eni, Sofyan dan Kotjo. Membahas percepatan proyek PLTU Mulut Tambang (MT) Riau 1.
"Pak Kotjo sampaikan progres PLTU Riau 1 dan minta percepatan proyek dimaksud. Ketika akhir pertemuan, Pak Sofyan minta berbicara berdua dengan Pak Kotjo dan saya pulang duluan," Jaksa membacakan BAP Eni.
Beberapa hari kemudian, Eni bertemu Kotjo dan bertanya apa yang disampaikan Sofyan setelah dia pulang. "Jawab Pak Kotjo, 'Biasa beliau (Sofyan) minta diperhatikan dan beliau tidak enak kalau ada Ibu (Eni) dan hal-hal sensitif antara saya dan beliau sudah saya selesaikan'," jaksa membacakan BAP mengenai percakapan Eni dengan Kotjo.
Eni membenarkan pernah memberikan keterangan itu kepada penyidik KPK. "Dari pernyataan itu saya pahami ada fee yang akan diberikan Kotjo kepada Sofyan," kata politisi Partai Golkar itu.
Eni mengaku diperintah Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR saat itu, mengawal Kotjo agar mendapatkan proyek PLTU Riau 1. Eni dijanjikan fee 1,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan saham jika proyek 900 juta dolar AS itu gol.
"Saya ini kan petugas partai. Apapun yang diperintahkan pimpinan saya kerjakan," kata Eni.
Novanto berpesan agar Eni merahasiakan proyek ini dari Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. "Jangan En, ini uang gede jangan sampai Pak Idrus tahu. Kita kasih uang yang kecil-kecil aja," kata Eni menirukan ucapan Novanto.
Belakangan, Idrus menjadi Plt Ketua Umum Partai Golkar setelah Novanto ditahan KPK karena kasus korupsi proyek e-KTP. Eni pun meminta Kotjo memperhatikan Idrus yang menjadi pimpinan barunya.
Ketika bertemu Sofyan, Eni sempat menyinggung bagi-bagi "rezeki" dari proyek PLTU Riau I. Menurut Eni, Sofyan bakal dapat jatah paling besar. Sebab sudah "fight" memperjuangkan Kotjo agar bisa terlibat proyek.
"Saya bilang, 'Pak Sofyan yang bagiannya paling the best lah,paling banyak'. Pak Sofyan bilang, 'Enggaklah'," kata Eni membeberkan percakapan dengan Sofyan. Sofyan mengusulkan "rezeki" dibagi rata saja antara Eni, Idrus dan Sofyan.
Rp 2 Miliar Untuk Pilkada
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa menyuap Eni dan Idrus Rp 4,75 miliar untuk mendapatkan proyek PLTU Riau 1. Uang diserahkan empat tahap. Pertama Rp2 miliar. Kedua Rp 2 miliar. Berikut Rp 250 juta. Terakhir, Rp 500 juta.
Eni mengungkapkan uang Rp 2 miliar yang diterima dari Kotjo dipakai untuk kampanye pilkada Kabupaten Temanggung. Suaminya, Muhammad Al Khadziq mencalonkan diri sebagai bupati. "Pak Kotjo tidak keberatan memberikan. Pak Kotjo langsung kasih uang Rp 2 miliar," aku Eni.
Ini pemberian kedua dari Kotjo kepada Eni. Pada pemberian pertama Rp 2 miliar dipakai membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar, Desember 2017.
Dalam surat dakwaan disebutkan, Eni meminta lagi kepada Kotjo untuk kampanye suaminya. Kali ini jumlahnya Rp 10 miliar. Namun Kotjo menolak memberikan.
Akhirnya, Idrus turun tangandengan mengirim pesan WhatsApp kepada Kotjo. Pesannya: "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco..Tks sebelumnya." Akhirnya Kotjo memberikan uang Rp 250 juta. [rmol]