GELORA.CO - Hati-hati jika meminjam uang melalui aplikasi online. Baca dulu perjanjian dengan teliti. Terutama klausul jika terjadi kredit macet. Sebab, beberapa peminjam mengaku mengalami intimidasi dan teror dari debt collector.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setidaknya terdapat 227 usaha peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online yang tidak terdaftar atau tidak memiliki izin usaha. Mereka inilah yang sering mengintimidasi peminjam yang gagal bayar.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengungkapkan, berdasar Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, penyelenggara P2P lending wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada pihaknya. "Kami mengimbau masyarakat tidak melakukan kegiatan dengan P2P lending ilegal. Yang dirugikan segera melapor ke polisi," papar Tongam kemarin.
Dia melanjutkan, pihaknya telah melakukan berbagai tindakan untuk menghentikan P2P lending yang ilegal. Caranya, antara lain, mengumumkan kepada masyarakat daftar P2P lending ilegal, kemudian meminta Kemenkominfo memblokir website dan aplikasi tersebut pada Playstore. Mereka juga menyampaikan laporan kepada Bareskrim Polri. "Yang jelas, satgas waspada investasi sangat mendorong penegakan hukum terhadap para pelaku usaha kegiatan P2P lending ilegal ini," lanjutnya.
Salah seorang korban pinjaman online, May, menuturkan bahwa debt collector begitu kasar dalam menagih utang. Salah satu yang paling diingatnya adalah debt collector bernama N. Melalui WhatsApp, N memintanya menjual diri agar bisa membayar utang. "Kita disuruh jadi pelacur," ujarnya.
Debt collector juga menyebarkan pesan ke seluruh orang di kantornya. Pesan itu seakan-akan dirinya melakukan pencurian atau penggelapan uang perusahaan. "Sampai atasan saya meminta saya mengundurkan diri. Tapi, saya akhirnya jelaskan semua," ungkapnya kemarin.
Dia berutang kepada tiga aplikasi pinjaman online. Di aplikasi pertama, dia utang hanya Rp 1 juta, tapi kini dihitung menjadi Rp 45 juta. Di aplikasi kedua, dia berutang Rp 1,5 juta dan kini menjadi sekitar Rp 2 juta. Terakhir, May utang Rp 1 juta dan kini membengkak menjadi Rp 2,3 juta.
Korban pinjaman online lainnya, warga Pasuruan, Leni Pujianti, menuturkan bahwa dirinya ditagih dengan cara yang begitu kasar. Debt collector itu secara bertubi-tubi melakukan teror. "Saya bahkan disuruh menjual anak saya," tuturnya. Teror ke kantor anaknya juga dilakukan debt collector. [jpc]