GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dipersoalkan terkait orasi politiknya saat pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11). Mantan Wali Kota Solo itu mengibaratkan kondisi politik Indonesia kali ini dengan 'Politik Genderuwo'.
Politik Genderuwo yang dimaksudkan Jokowi yakni kritik terhadap politikus yang kerap mengumbar ketakutan dan pesimisme di masyarakat. Dahnil Anzar Simanjuntak selaku Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandiaga mengaku tak mengetahui secara pasti genderuwo yang dimaksudkan kader PDIP tersebut.
"Mungkin Pak Jokowi tahu dan pernah melihat. Soalnya saya tidak pernah melihat," cetusnya kepada wartawan, Jumat (9/11).
Terlepas dari teka-teki wujud genderuwo, kata Dahnil, dirinya sepakat dengan Jokowi untuk menghentikan politik yang menebar ketakutan. Khususnya untuk menghentikan stigma kepada kelompok tertentu.
"Saya sepakat dengan Pak Jokowi, laku politik yang menakut-nakuti menebar horor dengan melakukan stigmatisasi kepada kelompok lain yang kritis dan berbeda sikap politik harus segera disudahi," katanya.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah itu juga meminta semua pihak untuk berhenti menebar ketakutan dengan ancaman hukum dan kekuasaan dengan menggunakan alat negara. "Apalagi dengan kata-kata 'akan kami cari kesalahan kalian, kapan kalian tak pernah buat salah'," ungkapnya.
Di samping itu, dia juga seluruh pihak menyetop menebar ketakutan dengan imajinasi membawa Indonesia seperti negara Syria. Termasuk juga menghindari hal-hal yang bersifat fasisme. Mulai anti-Pancasila sampai dengan anti-NKRI.
"Pemerintah bak fasis menganggap dirinya sebagai penafsir tunggal terhadap Pancasila dan paling benar," terangnya.
Dahnil juga meminta seluruh pihak untuk berhenti menebar ketakutan kepada para ulama sebagai sosok yang anti-NKRI dan anti-Pancasila.
Sebagaimana diketahui, ucapan Jokowi soal Politik Genderuwo saat tengah mengeluhkan mengenai politikus yang pandai memengaruhi masyarakat. Dia bilang, beberapa di antaranya poitikus tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik.
"Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya?" singgungnya.
Politikus yang dimaksudkan Jokowi itulah yang disebut sebagai Politikus Genderuwo. Menurutnya, cara-cara itu tidak beretika.
"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya 'Politik Genderuwo', nakut-nakutin," tegasnya. [jpc]