Oleh: Salamuddin Daeng (AEPI)
Pada tahun 2014 Dana Haji dipakai oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp. 1,371 Triliun untuk pembangunan proyek-proyek :
1. Jalur Kereta Api Ganda (Cirebon – Kroya).
2. Jalur Kereta 4 Track/Double Double (Manggarai – Jatinegara).
3. Jalur Kereta Api Ganda (Jatinegara – Bekasi).
Kemudian dipakai oleh Kementerian Agama sebesar Rp. 200 Miliar untuk pembangunan Proyek Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji di Kota Medan, Padang, Jakarta dan Balikpapan.
Pada tahun 2015 dana haji dipakai oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp. 2,92 Triliun untuk pembangunan proyek-proyek :
1. Jalur Kereta Api Ditinggikan (Medan – Kualanamu).
2. Jalur Kereta Ganda (Martapura – Baturaja & Cirebon – Kroya).
3. Fasilitas Kereta Api (Manggarai – Jatinegara dan Jatinegara – Bekasi).
Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) juga memakai sebesar Rp. 3,51 Triliun untuk pembangunan proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan di Pulau Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Kementerian Agama memakai sebesar Rp 675 Miliar untuk pembangunan proyek-proyek :
1. Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji di 8 lokasi di Indonesia.
2. Pembangunan/Rehabilitasi 19 Kantor Urusan Agama (KUA)
3. Pengembangan Gedung dan Fasilitas 7 kampus Pendidikan Tinggi Islam Negeri (PTKIN).
Selanjutnya pada tahun 2016 Dana Haji dipakai oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp. 4,983 Triliun untuk pembangunan proyek Jalur Kereta Api Tinggi & Ganda di JABODETABEK, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera.
Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat pun memakai dana haji sebesar Rp. 7,226 Triliun untuk proyek pembangunan Jalan, Jalan Layang, Underpass/Terowongan dan Jembatan di Pulau Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Kementerian Agama pada tahun 2016 pun memakai dana haji sebesar Rp. 1,468 Triliun untuk sejumlah proyek :
1. Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji di 7 lokasi.
2. Pembangunan/Rehabilitasi 181 Kantor Urusan Agama (KUA).
3. Pembangunan Gedung dan Fasilitas 25 kampus Pendidikan Tinggi Islam Negeri (PTKIN).
Sepanjang tahun 2017 dana haji dipakai oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp. 7,543 Triliun untuk pembangunan proyek Jalur Kereta Api Tinggi & Ganda di JABODETABEK, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan Sulawesi.
Kementerian PUPR tahun 2017 ikut memakai sebesar Rp. 7,429 Triliun untuk pembangunan proyek-proyek :
1. Pembangunan jalan, jembatan layang, jalan layang, terowongan dan jembatan di Pulau Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
2. Pengendalian banjir dan lava, pengelolaan drainase utama kota, dan keamanan garis pantai.
3. Pengelolaan bendungan, embung dan bangunan kontainer air lain nya.
4. Pasokan air baku dan manajemen.
Kementerian Agama pada tahun 2017 memakai dana haji sebesar Rp. 1,192 Triliun untuk pembangunan proyek-proyek :
1. Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji di 11 lokasi/kota.
2. Pembangunan/Rehabilitasi 256 Kantor Urusan Agama (KUA).
3. Pembangunan Gedung dan Fasilitas 32 kampus Pendidikan Tinggi Islam Negeri (PTKIN).
Sisanya ditempatkan di bank – bank dan perusahaan. Belum ada penjelasan resmi bank dan perusahaan mana saja yang memakai dana haji selama ini.
Sementara itu jutaan Calon Jemaah Haji (CJH) hanya bisa melongo dan menunggu berangkat berhaji hingga uzur dan hinga akhir hayat nya.
Lalu pertanyaan nya adalah,
1. Pemilik dana tidak pernah diberitahukan soal penggunaan dana tersebut, khususnya untuk infrastruktur. Jamaah haji tahu nya bayar buat berangkat haji, bukan buat bangun infrastruktur. Kalau untuk pembangunan berapa keuntungan dari pemilik uang/dana haji tersebut.
2. Berapa untung dari pemakaian dana haji tersebut. Sementara sekarang proyek infrastruktur banyak yang rugi misalnya kereta bandara sepi penumpang, bandara Kertajati juga sepi bagaikan kuburan dan banyak MEGA proyek rugi lainnya. Bagaimana nasib dana haji di sana. Apa jaminan/guarantee dari Pemerintah. Berapa untung yang sudah dibagikan kepada pemilik tabungan haji.
3. Infrastruktur itu akhirnya akan dijual sebagaimana perintah Presiden Jokowi. Lalu bagaimana nasib dana haji jika infrastruktur nya dijual ke asing.
4. Infrastruktur yang dibangun juga dijadikan sebagai jaminan hutang, lalu bagaimana dengan dana haji di sana, jika infrastruktur nya disita asing.
5. Apa boleh dana haji dipakai sampai habis. Bukan nya dana haji hanya boleh dikelola dan dana nya tetap utuh, bukan dipakai sampai habis.
6. Bagaimana dana haji yang di tempatkan di bank-bank pemerintah dan bank swasta, apa sekarang masih aman. Mengingat bank dan perusahaan di Indonesia menghadapi keadaan yang masih buruk. Bagaimana kalau dana haji ikut hilang dalam kemelut sektor keuangan dan perbankan saat ini.
10 November 2018
Disclaimer:
Tulisan Salamuddin Daeng di atas beredar pada November 2018, kemudian ramai lagi dibicarakan pada Juni 2021. Atas tulisan Salamuddin Daeng, BPKH sudah menanggapinya sebagaimana dalam artikel berikut:
Dana Haji Dipakai Infrastruktur, BPKH Respon Kritik Salamuddin Daeng
Pemerintah diminta menjelaskan secara transparan penggunaan dana haji yang digunakan untuk membangun infrastruktur.
"Kok dana haji malah untuk pembangunan infrastruktur? Ini harus dibuka," ujar aktivis Salamuddin Daeng yang juga peneliti di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).
Salamuddin merinci, penggunaan dana haji untuk infrastruktur tahun 2013-2017. Di antaranya sebesar Rp 800 miliar pada 2013 digunakan Kementerian Perhubungan untuk membangun proyek trek ganda kereta api Cirebon-Kroya.
Pada 2014, Kemenhub juga menggunakan dana setoran haji sebesar Rp 1,5 triliun untuk pembangunan jalur kereta api ganda Cirebon-Kroya serta pembangunan jalur kereta api ganda Manggarai-Jatinegara. Kemudian pembangunan asrama haji di beberapa provinsi oleh Kementerian Agama.
Pada 2015 sebesar Rp 7,1 triliun dana haji dipakai membangun jalur kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Sumatra. Selanjutnya pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Selain itu pembangunan infrastrutur untuk pendidikan tinggi dan kantor urusan agama (KUA) di bawah Kemenag.
Dan, pada 2016 setoran dana haji sebesar Rp 13,77 triliun kembali digunakan untuk membangun rel kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, Sumatra. Pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum juga ada yang menggunakan setoran dana haji.
Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) menanggapi kritik pengelolaan dana haji yang disuarakan pengamat ekonomi Salamuddin Daeng.
Intinya, BPKH selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, optimal, transparansi, syariah, dan profesional dalam mengelola keuangan atau dana haji.
Kepala BPKH Anggito Abimanyu menegaskan, sejak 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pemerintah, termasuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp 37,9 triliun.
Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan di media sosial pada 30 November 2017, penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk pembiayaan APBN secara umum dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara spesifik (earmarked).
Ketiga, pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, serta diaudit oleh badan pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR RI. Dana haji yang diinvestasikan di Suku Dana Haji di pemerintah tetap utuh.
Bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang. Pemerintah selalu mengembalikan pokok sukuk dana haji saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil, tepat waktu, dan tepat jumlah.
Keempat, biaya haji bagi jamaah haji yang berangkat, dibiayai dari setoran awal dan setoran lunas jamaah haji bersangkutan. Serta, nilai manfaat dari hasil penempatan dan investasi dana haji. Penggunaan nilai manfaat untuk jamaah berangkat sesuai dengan UU 13/2008 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Anggito menambahkan, mulai 2018 sesuai dengan UU 34/2014 mengenai pengelolaan keuangan haji sebagian nilai manfaat juga dialokasikan kepada jamaah tunggu dalam bentuk virtual account.
Pemerintah dan BPKH menjamin jamaah haji yang berangkat dipastikan mendapat pelayanan memadai dan dipenuhi hak-hak keuangannya. Jamaah tunggu mendapat bagian nilai manfaat (virtual account). Karena itu, tidak ada penerapan Sistem Ponzi.
Kelima, setiap tahun Kementerian Agama (sekarang di BPKH) memperoleh tambahan akumulasi dana kelolaan dari setoran awal jamaah baru dan dikelola oleh BPKH (sebagai wakil sah jamaah haji) untuk mendapatkan nilai manfaat.
Investasi BPKH pada instrumen SBSN dikelola dan dijamin oleh pemerintah dalam skema APBN. Hasil investasi dimanfaatkan untuk penyelenggaraan ibadah haji dan jamaah haji tunggu melalui virtual account.
Keenam, pengelolaan keuangan haji dilakukan secara hati-hati dan aman, tidak berbahaya bagi jamaah haji berangkat maupun tunggu. Waktu tunggu jamaah haji menurut informasi dari Kemenag memang semakin panjang, tetapi dipastikan tidak ada jamaah tunggu yang tidak berangkat sampai akhir hayat, kecuali meninggal atau membatalkan.
Jamaah haji tunggu akan berangkat sesuai dengan urutan waktu tunggu dan banyaknya kuota haji Indonesia setiap tahun.
BPKH merangkum kritik Salamuddin Daeng terkait pengelolaan dana haji melalui Sukuk Dana Haji Indonesia atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Pemerintah untuk infrastruktur dalam enam poin.
Pertama, hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan dana haji untuk infrastruktur menurut UU harus dikelola secara nirlaba, yakni semua keuntungan hasil pengelolaan dana haji harus dikembalikan kepada jamaah haji sebagai pemilik dana.
Kedua, selama ini dana Sukuk Haji telah digunakan pemerintah dalam jumlah yang sangat besar untuk membangun infrastruktur.
Ketiga, masyarakat tidak mengetahui secara persis berapa dana yang tersisa di badan pengelola dana haji (BPKH) yang baru ini dibentuk oleh pemerintah. Namun yang jelas, dana haji tidak lagi utuh, karena telah dialokasikan untuk macam-macam kepentingan, termasuk membangun infrastruktur.
Keempat, pemerintah memberangkatkan jamaah haji menggunakan dana 'jangan-jangan' skema ponzi? Ibarat investor, jamaah haji yang baru mendaftar membayar jamaah haji yang telah menunggu puluhan tahun.
Kelima, membandingkan antara penerimaan dana haji dengan alokasi dana haji setiap tahun, maka terdapat tambahan dana haji yang secara otomatis berakumulasi di tangan pemerintah setiap tahun, yakni sebesar Rp 6,6 triliun. Angka yang sangat besar. Itulah mengapa pemerintah dengan sangat leluasa menggunakan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.
Keenam, apabila benar, maka akan menjadi bahaya yang terakumulasi setiap tahun dan ada jamaah haji yang dalam daftar tunggu hingga akhir hayatnya. []