GELORA.CO - Riset Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang menyebut adanya sejumlah masjid terpapar radikalisme menuai sorotan lantaran diduga abal-abal. Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Sodik Mudjahid juga mempertanyakan riset tersebut.
Menurut Sodik, survei yang dilakukan P3M tentang masjid radikal dilakukan dengan metodologi yang sangat lemah, sehingga konsekuensinya bisa diabaikan karena kepercayaannya sangat rendah.
"Riset atau survei mempunyai standar metodologi yang berpengaruh kepada validitas dan realibilitas hasil riset tersebut," kata Sodik, Rabu, 28 November 2018.
Sodik juga heran dengan Ketua Dewan Pengawas P3M, Agus Muhammad, yang menyatakan survei masih bersifat indikatif atau dengan kata lain hasilnya bisa benar bisa salah. Padahal menurut dia, pelaku survei seharusnya bisa lebih yakin lagi dengan apa yang dia survei.
"Pernyataan dia sangat aneh. Pelaku riset dengan metodologi yang benar akan mempertahankan hasilnya dengan sungguh-sungguh, tidak dengan pernyataan seperti yang dia katakan dia di ILC. Jadi jangankan orang lain, pelakunya saja tidak yakin," ujar Sodik.
Karena itu, politikus Gerindra ini mempertanyakan lembaga sekelas Badan Intelijen Negara (BIN) bisa mengutip hasil survei P3M. Lebih bahaya lagi jika BIN sampai menyerbarluaskan riset itu.
"Pernyataan BIN ini yang kemudian jadi ramai dan heboh di masyarakat. Karena sebelumnya, hasil survei P3M tersebut dianggap lemah dan tidak dipandang, apalagi dipercaya masyarakat," terang Sodik
Sebelumnya, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) merilis hasil riset terkait masjid-masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar radikalisme. Hasil riset ini sebenarnya dirilis pada 18 Juli 2018 lalu, di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Dari hasil riset P3M terhadap aktivitas khutbah di lingkungan mesjid di lingkungan pemerintahan, P3M menyebut dari 100 masjid yang diriset ada 41 masjid pemerintah terpapar radikal. Hasil ini kemudian dikutip Badan Intelijen Nasional (BIN) dan bergulir menjadi polemik.
Hasil riset ini dipersoalkan lantaran metode penelitiannya sangat lemah, hanya berdasarkan rekaman ceramah di masjid-masjid dan dianalisis oleh lima orang yang diklaim ekspert. Anehnya lagi, P3M sendiri sudah membuat kriteria tersendiri sampai pada kesimpulan disebut dengan radikal.
Tapi, Dewan Pengawas P3M, Agus Muhammad, menjelaskan studi P3M masih bersifat indikatif, bukan konklutif. Sehingga masih terbuka untuk dielaborasi lebih jauh, atau bahkan ditindaklanjuti oleh otoritas-otoritas terkait.
"Kami sadar betul (Studi) tidak mewakili yang di sana (ormas Islam), jadi jangan dilakukan generalisasi, menyamaratakan sesuatu hal," ungkapnya dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa 28 November 2018.
Meski demikian dia berpendapat, studi tersebut adalah cerminan apa yang terjadi di lapangan saat ini. Faktanya segala kemungkinan masih bisa terungkap.
"Belum tentu yang kami temukan salah, belum tentu yang kami temukan merupakan cerminan dari realitas. Bisa jadi lebih parah, atau bisa sebaliknya, bisa lebih moderat," tegasnya. [vva]