GELORA.CO - Menko Polhukam Wiranto mengisi kuliah umum pada Seminar Nasional Pemuda dan Bela Negara, Pekan Pancasila dan Bela Negara di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam kuliah umumnya, Wiranto sempat menyinggung sosok Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Banyak yang nggak tahu kan, bahwa Pak SBY dulu pernah jadi anak buah saya," ucap Wiranto yang disambut tawa dan tepuk tangan peserta seminar, Sabtu (3/11/2018).
"Tapi sekarang beliau menjadi bapak buah saya, karena mantan presiden dua kali, nggak papa itu sesuatu yang harus kita sadari sebagai dinamika kehidupan. Maka ada istilah, jangan pernah menghina bawahan kita, suatu saat dia akan menjadi orang di atas kita," sambung Wiranto.
Kemudian dia membahas sosok Presiden Joko Widodo. Saat dirinya menjadi Menkankam, Jokowi bahkan belum menjadi wali kota.
"Pak Jokowi misalnya, waktu saya menjadi Menhankam/Pangab, beliau wali kota pun belum, tapi sekarang setelah menjadi presiden. Saya tetap hormat menjadi menteri beliau, walau saya lebih senior lebih tua tapi hormat, dia adalah presiden kita, kita loyal kepada panglima tertinggi di Republik Indonesia. Sikap itu yang harus kita jaga, jangan sombong terus, ndak bagus," lanjutnya.
Wiranto menyinggung sosok SBY setelah memutar video berjudul Indonesia di Persimpangan Jalan 1998. Video berisi cuplikan aksi demo mahasiswa di Jakarta, momen Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI, keterangan pers Wiranto selaku Panglima ABRI dan pelantikan Habibie sebagai Presiden RI.
Pada tahun 1998, Wiranto memang menjadi atasan SBY dalam dunia militer. Saat itu Wiranto menjabat Panglima ABRI dengan bintang 4 di pundaknya.
"Waktu Pak SBY tanya, Pak SBY waktu itu masih bintang 3, saya bintang 4, beliau tanya bagaimana panglima besok akan ambil alih atau tidak, saya katakan tidak! Kita hantarkan pergantian kepada wakil presiden Republik Indonesia, begitu," sebut Wiranto menceritakan penggalan peristiwa sesaat setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden.
Selain menyinggung sosok SBY, Wiranto juga membeberkan alasan mengapa dia tidak mengambil alih pemerintahan saat krisis 1998. Sebagai Panglima ABRI, Wiranto menyebut kala itu memiliki kewenangan untuk mengambil alih negara.
Namun Wiranto memilih mengikuti konstitusi dengan memberi jalan Wapres BJ Habibie untuk dilantik sebagai Presiden RI. Karena jika dia mengambil alih pemerintahan, dikhawatirkan justru menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia.
"Saya sampaikan bisa jadi pembelajaran bahwa persatuan itu sesuatu yang sangat penting. Kata kuncinya persatuan, karena tanpa persatuan kita tidak bisa apa-apa," ujarnya.
Dalam kuliah umumnya, Wiranto menekankan pentingnya menjaga persatuan bangsa dan bela negara. Dia memaparkan beberapa materi di antaranya peristiwa sejarah bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan hingga merdeka, ancaman dan tantangan bagi Indonesia ke depannya, capaian pembangunan hingga beberapa hasil survei bidang ekonomi. [dtk]