GELORA.CO - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta secara tegas menyatakan dukungan pada pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno. Deklarasi resminya telah diilakukan semalam, Rabu (28/11).
Menanggapi itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menilai bahwa pecahnya PPP merupakan buntut dari konflik masa lalu. Efeknya membuat peta politik PPP saat ini menjadi cukup rumit.
"Kelahiran kubu Rommy dan Djan Faridz pasti tidak akan membuat kemampuan kita membacanya itu mudah karena saya nggak tahu mana yang besar," ujar Fahri di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (29/11).
Di sisi lain, Fahri menilai bahwa basis pendukung PPP memang lebih condong ke arah Prabowo ketimbang Jokowi. Sejarah di masa lalu pun telah membuktiknnya.
Pada Pilpres 2014, ketika Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa melawan Jokowi-Jusuf Kalla, PPP bahkan tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) pengusung pasangan calon tersebut.
"Kalau PPP saya kira basis identifikasinya dugaan saya lebih kuat ke Pak Prabowo dari awal sejak di KMP zaman Pak Suryadharma Ali," terangnya.
Atas dasar itu, Wakil Ketua DPR RI itu lantas tak heran ketika ada pergerakan kubu Djan Faridz kepada Prabowo. Ia pun menilai deklarasi kubu Djan Fridz bakal berdampak signifikan terhadap pecahnya suara PPP di Pilpres 2019.
"Makanya saya melihat gerakan yang sekarang muncul di Djan Faridz dan Pak Djemat wajar sekali. Jadi, ya pecahnya cukup besar lah," pungkasnya. [jpc]