GELORA.CO - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan bahwa yang memiliki kapasitas sebagai genderuwo adalah pemerintah, bukan rakyat.
Pernyataan Fahri tersebut merespon pidato Jokowi yang menyebut bahwa sekarang ini banyak politikus yang menggunakan politik genderuwo.
"Rakyat itu tidak punya kapasitas menjadi genderuwo atau sontoloyo. Yang punya kapasitas sontoloyo dan genderuwo itu pemerintah. Makanya harus kembali ke sendiri. Jadi ini menepuk air terpercik ke muka sendiri, sebenarnya begitu loh," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (9/11/2018).
Menurut Fahri pemerintah tidak menyadari bahwa rakyat tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan opini atau pembelahan. Yang memiliki kemampuan untuk membuat opini adalah pemerintah dengan segala perangkat yang dimilikinya.
"Dan yang mampu menutup pembelahan ideologis itu ya pemerintah," katanya.
Fahri mencontohkan langkah pemerintah atau kubu petahana yang menggiring opini dan menciptakan pembelahan tersebut diantaranya yakni menunjuk Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi, dengan maksud untuk menghilangkan opini bahwa Jokowi anti ulama.
"Sekarang dia memilih Pak Yusril, dan saya membaca statemen Pak Yusril kayanya dia enggak akan menjadi penasehat hukum tapi dugaan saya juga menjadi penasihat politik," pungkasnya.
Sebelumnya Jokowi kembali menggunakan istilah nyeleneh dalam pidatonya ketika menyinggung kondisi politik saat ini. Setelah menyebut Politikus sontoloyo yang kemudian menuai kontroversi, Jokowi kini menyebut politik genderuwo.
"Kita lihat dengan propaganda menakutkan, membuat kekhawatiran, dan membuat ketidakpastian. Masyarakat lalu digiring dan dibuat ragu ragu. Cara cara politik seperti ini tidak beretika, dan itu namanya politik genderuwo, menakut nakuti," kata Jokowi di Tegal, Jawa Tengah, Jumat, (9/11/2018). [trb]