GELORA.CO - Partai Demokrat menanggapi klaim cawapres 01, Ma’ruf Amin yang menyebut capres Joko Widodo sebagai santri. Menurut Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Demokrat Ferdinand Hutahaean, pernyataan Ma’ruf tersebut bagian dari politisasi agama.
Padahal, kubu Jokowi-Ma’ruf-lah yang sedari awal paling keras menyuarakan agar Pilpres 2019 tidak diisi dengan konten-konten politik agama. Tapi justru kubu Jokowi-Ma’ruf sendiri yang menjadikan simbol agama sebagai jualan politiknya.
“Ironisnya, justru ulama yang jadi wakil dan santri jadi jualan. Ini politik tak sehat dan saya pikir Ma’ruf Amin berlebihan dan cenderung bermuatan ketidakjujuran jika menyatakan Jokowi adalah santri. Mana ada santri nggak fasih mengeja Al-Fatihah?” kata Ferdinand saat dihubungi, Selasa (13/10).
Ferdinand pun merasa harus menertawai kondisi kontestasi politik di Indonesia saat ini. Menurutnya, pilpres kali ini terlalu banyak diisi dengan narasi-narasi yang tidak perlu seperti perang istilah istilah, gimmick, dan pernyataan nyeleneh.
Ferdinand sampai saat ini mengaku belum melihat dan mendengar solusi apa yang ditawarkan Jokowi dan Ma’ruf jika terpilih untuk lima tahun ke depan. Lantaran ia hanya mendapati istilah-istilah yang tidak perlu untuk dikemukakan.
“Justru surplus dengan gimmick lucu, norak dan kampungan seperti naik sepeda, naik motor dan lain-lain itu sepeti narasi sontoloyo dan genderuwo. Capres cawapres apa ini?” ungkapnya.
Ferdinand juga menilai, serangan dari kubu Jokowi-Ma’ruf sama sekali tidak bermutu. Menurut Ferdinand, kubu sebelah sangat inkonsisten karena memuja pencitraan tapi mencaci terhadap sebuah penilaian seseorang.
“Saya melihat serangan serangan opini dari kubu Jokowi -Maruf, sama sekali tak bermutu. Mereka memuja pencitraan tapi mencaci sebuah penilaian seseorang terhadap seorang lain. Ini namanya inkonsisten. Standar ganda kejiwaan dalam menilai sesuatu,” tutupnya. [kum]