GELORA.CO - Persoalan data beras nasional yang menjadi polemik antarlembaga harus diperbaiki Presiden Joko Widodo. Jika pria yang akrab disapa Jokowi itu hanya berdiam diri, maka suara petani akan hilang untuk petahana di Pilpres 2019 mendatang.
Pengamat politik Siti Zuhro mengatakan, ketidakjelasan data perberasan nasional bisa mempengaruhi elektabilitas Jokowi.
"Data itu kan harusnya akurat, publik sekarang kan tidak begitu saja menerima informasi dari pemerintah, mereka akan rekonfirmasi," ujarnya saat dihubungi, Jumat (2/11).
Menurut Siti, data pemerintah yang cenderung atau diduga manipulatif pasti akan dipertanyakan. "Kalau data salah tapi tidak diperbaiki (presiden), maka akan muncul perdebatan, ujung-ujungnya akan menurunkan tingkat kepercayaan publik ke pemerintah, dan bisa menimbulkan tidak simpatik, karena dianggap kebohongan," kata Siti.
Berdasarkan data sensus petani yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, jumlah petani mencapai angka 26 juta orang. Hilangnya kepercayaan para petani terhadap pemerintah bukan tanpa sebab.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, masalah data beras harus diperbaiki agar petani mendapat kejelasan terkait usahanya. Tanpa itu, jumlah petani akan menurun setiap tahunnya.
"Karena petani gagal paham di bawah kepemimpinan Jokowi ini. Mereka tidak akan percaya lagi," kata Pangi saat dikonfirmasi.
Menurutnya, kesalahan terbesar pemerintah adalah tidak memperjelas data sebenarnya soal perberasan nasional. Kesalahan ini berdampak signifikan terhadap kehidupan petani. Faktanya, selama ini, Indonesia masih melakukan impor.
"Makanya, ini serba dilema. Di mana letak kita surplusnya," kata dia.
Atas dasar itu, Pangi meminta, Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja seluruh jajarannya guna memperbaiki data beras. Dia meminta ketegasan Jokowi diterapkan pada momen ini.
"Memang, copot mencopot itu urusan presiden. Kalau dia (Jokowi-red), tidak tegas tidak akan dipecat," tegas Pangi. [jpnn]