GELORA.CO - Kasus Baiq Nuril membuat Najwa Shihab ‘meradang ‘. Jumat (23/11/2018) masih beredar narasi Najwa Shihab bertajuk ‘Hukuman Salah Alamat. “Baiq Nuril menjadi contoh paling mutakhir, betapa hukum sering membuat korban terjungkir. Alih-alih melindungi mereka yang teraniaya, Undang-undang ITE kerap dipakai yang berkuasa,” begitu bait awal narasi Najwa Shihab.
Seperti kita tahu, Mata Najwa Trans 7, Rabu (21/11), menghadirkan Baiq Nuril, seorang wanita yang telah dipecat dari pekerjaannya oleh Kepala Sekolah setelah rekaman yang diduga mengandung unsur pelecehan seksual tersebut tersebar di khalayak.
Baiq mengaku jika mendapat berbagai kesulitan dalam hidupnya karena terjerat kasus hukum, UU ITE. Kehidupannya menjadi kacau balau. “Terutama perekonomian kami ya, karena sejak pemecatan dari sekolah tersebut, dengan tiga orang anak, kami harus gali lubang tutup lubang untuk membiayai anak-anak sekolah,” begitu Baiq kepada Najwa.
Awalnya, mantan pegawai honorer SMA itu sering mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempatnya dulu bekerja. Pelecehan tersebut dilakukan via telepon.
Baiq Nuril akhirnya memberanikan diri untuk merekam percakapan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMA tempatnya dulu bekerja. Namun, hal tersebut berbuntut pada kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
SAFENet, lembaga yang mendampingi Baiq Nuril menjelaskan kronologi hingga ia terjerat kasus. Melalui Twitternya, SAFENet menjelaskan pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril bukan hanya sekali.
Baiq Nuril sering kali menerima telepon dari sang Kepala Sekolah yang bernada melecehkan. Bahkan Baiq Nuril beberapa kali diajak menginap di hotel tersebut. Kasus hukum Baiq Nuril ini diangkat dan dibahas dalam acara Mata Najwa Trans 7.
Najwa tak kuasa menahan emosinya. Ia kemudian membuat narasi yang beredar luas. Judulnya: ‘Hukuman Salah Alamat’. Berikut isi lengkapnya:
Baiq Nuril menjadi contoh paling mutakhir,betapa hukum sering membuat korban terjungkir.
Alih-alih melindungi mereka yang teraniaya, Undang-undang ITE kerap dipakai yang berkuasa.
Digunakan untuk membungkam keluh dan keberatan, membisukan mereka yang sebenarnya korban.
Publik menjadi ketakutan untuk bersuara lantang, kritik bisa didakwa sebagai fitnah dan pencemaran.
Hukum akhirnya sibuk meladeni ketersinggungan, urusan remeh pun bisa berakhir pemenjaraan.
Inilah produk hukum pasca reformasi paling jahil, pasal karet yang membuat penegakan hukum menjadi degil.
Yang diuntungkan pasti para elit dan yang berharta, yang punya kuasa menikmati dan memakainya.
Celakalah mereka-mereka yang tidak punya daya, jika diam diinjak saat bersuara masuk penjara. [dtc]