Oleh: Abu Atiqoh*
BELAKANGAN ini jagad NU goncang disebabkan ketidakhati-hatian Sandiaga S Uno ketika ziarah ke makam KH Bisri Syansur di hari santri. Padahal sebelumnya Sandi juga sudah ziarah ke makam pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahhab Chasbullah, dan semua berjalan baik.
Alhamdulillah Sandi sudah minta maaf dan pihak keluarga juga sudah memaafkan. Tetapi tetap saja kekhilafan Sandi ini digoreng terus sedemikian rupa.
Bagi warga NU, melangkahi kuburan adalah sebuah kekeliruan, tetapi, ada kekeliruan yang lebih besar, yaitu melangkahi ajaran pendiri NU.
Celakanya, justru yang terakhir ini dilakukan oleh elit NU itu sendiri, mereka melangkahi ajaran pendiri NU, tanpa merasa malu dan tidak merasa bersalah.
Melangkahi kuburan dampaknya pada diri Sandi sendiri yang kini harus di-bully tiada henti. Tetapi melangkahi ajaran pendiri NU dampaknya sungguh luas, membuat umat bingung terombang ambing. Lebih dari itu warga NU kehilangan maruahnya karena struktur NU diberbagai tingkatan menjadi bagian dari kepentingan partai.
Jangan Ikutan Jadi Petugas Partai
Peran politik keumatan ditinggalkan begitu saja, dan ikut arus perebutan kekuasaan. Dampaknya NU tidak lagi dianggap menjadi rumah besar bagi semua elemen bangsa, karena telah menjadi petugas partai yang sarat dengan kepentingan.
Dalam sejarah bangsa, NU selalu hadir menjadi solusi berbagai masalah keumatan dan kebangsaan, namun kini justru dianggap bagian dari masalah itu sendiri.
Elit distruktur NU yang seharusnya menjadi kekuatan moral publik, kini terdampar di lautan kepentingan yang, menyebabkan kehilangan legitimasi moral dan kemandirian untuk menyuarakan kebenaran karena telah terhijab oleh kepentingan. Selanjutnya bumi NU kini mengering tak mampu lagi menumbuhkan sikap tasamuh, tawasut, tawazun, itidal dan amar maruf nahi munkar.
Para elit NU ada juga yang ‘menebar horor’ seolah olah NU akan diterkam kucing HTI, padahal NU adalah ‘singa padang pasir’. Seolah olah negara akan dikuasai Islam radikal, padahal NU sejak didirikan isu isu radikal sudah menjadi menu makanan harian.
Keadaan itu sungguh tidak membanggakan. Bayangkan, jika ada sedikit saja yang mengkritik, langsung dibully oleh pasukan cyber entah dari mana datangnya. Yang tidak setuju dituduh menyerang dan merusak NU dari dalam. Padahal saling mengingatkan adalah ajaran Alquran dan mengkritik pimpinan dan elit adalah tradisi dalam alam demokrasi.
Akibatnya, kini warga NU kebanyakan diam, bahkan ada yang menanggalkan ke NU-annya, namun beruntung kini para dzuriah NU mulai tampil membentuk komite khitthah untuk memberikan pencerahan kepada warga NU yang ‘terombang ambing’ akibat sikap elit yang melangkahi ajaran pendiri NU, di samping salah langkah, mereka banyak tingkah. [dco]
*) Abu Atiqoh, warga nahdliyin biasa tinggal di Jakarta.