GELORA.CO - Kasus penganiayaan wartawan dan dua anggota Organisasi Masyarakat Ikatan Pemuda Karya (IPK) yang dilakukan Sejumlah prajurit di Sidikalang, Kabupaten Dairi (30/5/2018) akhirnya bergulir ke Pengadilan Militer I-02 Medan.
Tiga prajurit dari Yonif 125 Simbisa Kompi C, Sidikalang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Hakim Ketua Mayor Mustofa.
Ialah Pratu Ferry P Aritonang, Prada Iwanto Manik dan Prada Saul Situmorang yang harus berdiri tegak mendengarkan dakwaan Oditur I-02 Mayor Riris Ganda Tua yang mendakwa ketiganya dengan dakwaan perusakan dan penganiayaan.
Sidang yang berlangsung Selasa (27/11/2018) sekira pukul 11.30 WIB tersebut, Oditur I-02 Mayor Riris Ganda juga menghadirkan tiga saksi korban untuk memberikan keterangannya dihadapan Majelis Hakim, yakni wartawan MetroTV Rudianto Sinaga, Ketua Satgas DPD IPK Dairi Foreman Lumban Tobing dan Sekertaris DPD IPK Dairi Erikson Purba.
Foreman mengatakan bahwa saat itu Pratu Ferry P Aritonang mendatangi lokasi Kampanye salah satu pasangan Calon Bupati Dairi. Saat itu, Pratu Ferry menurutnya ingin mencari pengendara mobil Avanza yang diduga dikemudikan anggota organisasi IPK yang menyenggolnya di jalan.
"Iya dia datang ke parkiran mencari sopir mobil Avanza. Keributan terjadi, kemudian saat saya melerai waktu itu, katanya kau siapa?. Baru saya tanya apakah mereka TNI. Selanjutnya petugas dari kepolisian berusaha melerai," ucap Forman.
Masih kata Forman, Pratu Ferry P Aritonang saat itu berusaha ingin menemuinya kembali untuk meminta kejelasan. Lantaran tidak bisa bertemu, Forman mengatakan melalui sambungan telepon untuk bersabar karena dirinya masih ada sedikit pekerjaan.
"Menurut saya karena Pratu Ferry ini merasa dibola-bolai, merasa emosi langsung memukul saya yang saat itu berada di posko IPK. Saya dipukul terdakwa selanjutnya saya tidak tahu lagi siapa yang memukul saya," ucap Ferry.
Kemudian, Wartawan MetroTV Rudianto yang saat itu tak sengaja berada di lokasi kejadian mengaku turut menjadi aksi penganiayaan yang dilakukan Pratu Ferry P Aritonang bersama dengan rekan-rekannya. Bahkan, meski Rudianto mengaku sebagai wartawan, pukulan ke arahnya semakin kuat dihujam oleh prajurit TNI AD tersebut.
"Kira-kira mereka jumlahnya belasan orang. Kejadiannya di teras kantor IPK.
Saya mau telpon teman minta bantuan. Waktu itu saya ditanya mau ngapain, saya bilang saya wartawan, malah langsung dipukuli," ucap Rudianto.
"Batok kepala saya berdarah dipukuli beberapa orang waktu itu," sambung Rudianto lagi.
Sementara, Erikson Purba yang berada di lokasi kejadian bermaksud untuk melerai juga tak dapat mengelak dari serangan prajurit TNI itu. Erikson mengaku mendapat pukulan di dada.
"Saya ditelpon waktu itu oleh Foreman. Dia minta tolong untuk membantu mediasi. Waktu itu karena situasi tidak memungkinkan makanya kita jadi bertemu siang, sehingga bertemunya malam. Tapi setelah bertemu saya dipukuli di dada," ucap Erikson.
Ketiga saksi korban membenarkan bahwa saat ini telah berdamai dengan kesatuan para terdakwa. Saksi Korban pun mengaku bahwa sejauh ini telah mendapatkan biaya perawatan.
"Jadi kami dapat Rp 5 juta untuk perawatan Pak Hakim. Dan untuk ini pun saya pribadi memafkan," ucap Foreman.
Kejadian bermula dari adanya senggolan kendaraan antara sepeda motor milik prajurit TNI dengan mobil Avanza yang diduga dikendarai anggota IPK, pada Minggu (27/5/2018) sekitar pukul 13.00 WIB. Senggolan tersebut menyebabkan prajurit TNI terjatuh, hingga kemudian mengejar mobil Avanza.
Pada saat itu, anggota TNI yang berjumlah 4 orang menggunakan 2 unit sepeda motor, bergerak dari arah Hutamanik menuju Sidikalang untuk kembali ke satuan setelah menghadiri satu acara.
Saat mengejar, ternyata mobil tersebut bergerak menuju lapangan lokasi salahsatu kampanye calon Bupati Dairi. sempat terjadi cekcok mulut, dan hal ini diketahui lalu dilerai Kapolsek Sumbul sehingga kedua pihak berencana untik berdamai.
Akan tetapi pada waktu yang ditentukan untuk melanjutkan perdamaian, 4 anggota TNI merasa dibola-bolai oleh anggota ormas tersebut. Merasa kesal karena tak kunjung bertemu, oknum TNI tersebut memukul dan merusak kantor ormas IPK Dairi.
Wartawan Khawatir Meliput Kemudian Hari
Dalam kasus ini, Wartawan MetroTV Rudianto mengaku bahwa dirinya khawatir akan mendapatkan perbuatan yang tidak menyenangkan dari pada oknum TNI maupun teman-temannya. Pasalnya, Rudianto mengatakan bahwa saat itu, pelaku penganiayaan berjumlah belasan namun yang disidangkan hanya tiga orang.
"Waktu itu yang memukul itu banyak tetapi hanya tiga uang disidangkan. Saya khawatir kemudian hari masih ada yang berbuat sesuatu terhadap saya," ucap Rudianto.
Rudianto pun menyesalkan bahwa disela-sela sidang. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditunjukkan Majelis hakim bukan merupakan BAP keterangan yang ditandatanganinya.
"Itu bukan BAP saya. Saya gak ada menyebutkan siapa-siapa disitu. Jadi saya merasa yang menandatangani BAP itu bulan saya, tanda-tangannya beda," ucapnya.
Kepada teman wartawan Rudianto mengatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya sudah ia cabut karena telah berdamai dengan para pelaku. Akan tetapi Denpom melanjutkan kasus tersebut hingga ke ranah pengadilan.
Sementara saat hendak dikonfirmasi ke pihak Oditur I-02 Mayor Riris Ganda Silalahi di ruang Oditur mengaku tidak bisa memberikan keterangan tanpa izin atasan.
"Maaf ya teman-teman wartawan saya tidak bisa memberikan keterangan tanpa izin," pungkasnya. [trb]