GELORA.CO - Aksi solidaritas digelar ratusan warga yang tergabung dalam 'Solidaritas untuk Nuril', Minggu (18/11/2018) di Jalan Udayana Mataram.
Aksi tersebut untuk mendukung Baiq Nuril Maknum (40) yang terjerat kasus UU ITE.
Dikutip dari Kompas.com, dalam aksi tersebut, mereka mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan dalam memberikan amnesti pada Nuril.
Lantaran, tuduhan bahwa Nuril menyebarkan rekaman percakapan asusila Kepala Sekolah SMA 7 Mataram tidak terbukti kebenarannya.
Massa juga menungkapkan bahwa seharusnya Nuril diselamatkan dan dilindungi, karena merupakan korban pelecehan seksual.
Mereka bersama-sama membawa poster dan spanduk dengan menyatakan penolakan rencana eksekusi yang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Mataram.
Massa tersebut menilai, putusan Mahkamah Agung (MA) tidak mewujudkan rasa keadilan rakyat.
Keputusan tersebut juga dianggap gegabah dan tidak mempertimbangkan latar belakang kasus yang dihadapi oleh Nuril.
Salah satu aktivis perempuan, Rohani Inta Dewi mengungkapkan dalam orasinya, adalah aksi untuk menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat terhadap Nuril sangat tinggi.
"Hari ini adalah bentuk solidaritas kita terhadap ibu Nuril, ibu Nuril yang memperjuangkan hak haknya harus menjadi pesakitan, harus didenda Rp 500 juta dan dipenjara, ini negara kita, kita sedang memperjuangkan hak tetapi dipenjara," kata Dewi.
Simpatisan juga mengungkapkan bahwa kasus Nuril menunjukkan wujud tidak berpihaknya negara terhadap perempuan, tidak berpihak pada korban pelecehan seksual.
"Negara ini tidak berpihak pada perempuan, tidak berpihak pada korban pelecehan seksual, ini bentuk solidaritas kita, cukup ibu Nuril, tidak ada lagi Nuril-Nuril yang lainnya" tambah dia.
Dalam aksi tersebut, massa mengumpulkan uang termasuk koin, yang mereka campur dengan sampah dan dimasukkan dalam karung.
Rencananya, karung tersebut akan dikirim ke MA, sebagai simbol kekecewaan mereka terhadap buruknya penanganan hukum di negeri ini.
Dalam aksi tersebut, Nuril juga turut hadir untuk menunjukkan dukungannya kepada simpatisan. sekaligus menandatangai petisi untuk menolak eksekusi terhadap dirinya.
Suami Nuril, Muhammad Isnaini, juga turut menemani Nuril.
Dalam aksi tersebut, Nuril amat terharu dan tak dapat membendung air matanya.
Isnaini yang juga turut dalam aksi tersebut, mengungkapkan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam memberikan dukungan dan semangat kepada istrinya.
Dia berharap agar keadilan bisa benar-benar diwujudkan.
"Mudah-mudahan dengan ini MA bisa merubah keputusannya, kita semua di sini menolak eksekusi," kata Isnaini.
Isnaini juga menjelaskan bahwa istrinya sangat terpukul dengan keputusan Kejaksaan Negeri Mataram.
"Nuril sementara ini masih menolak bicara," ungkap Isnaini.
Nurjanah, aktivis perempuan di Mataram menjelaskan bahwa nantinya aksi solidaritas akan digelar di 9 kota di Indonesia.
Hal tersebut, wujud dari dukungan terhadap Nuril, agar tidak ada kasus lain yang serupa.
"Kami melakukan aksi ini serentak di 9 kota di Indonesia, mendesak agar tak ada eksekusi terhadap ibu Nuril. Aksi serentak ini menunjukkan bahwa kekuatan perempuan di seluruh Indonesia bersatu membela Nuril." jelas Nurjanah.
Ratusan tanda tangan petisi yang diberikan masyarakat kota Mataram, akan diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Mataram.
Diberitakan oleh Kompas.com, Rabu (26/7/2017), Baiq Nurilterancam terjerat UU ITE karena tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang mengandung unsur asusila.
Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eelektronik.
Ia dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan pidana enam bulan kurungan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Negeri Mataram.
Namun setelah beberapa kali proses peradilan, Baiq Nurildinyatakan bebas karena dianggap tidak melakukan penyebaran rekaman seperti yang didakwakan.
Namun setelah 14 bulan Baiq Nuril dinyatakan bebas, muncul surat keputusan MA tanggal 26 September 2018.
Dalam surat keputusan tersebut, Baiq Nuril terancam masuk bui lagi dengan tuntutan yang sama yakni enam bulan kurungan dan denda Rp 500 juta.
Kasus tersebut akhirnya viral dan mendapatkan perhatian dari banyak kalangan.
Menyikapi kasus Baiq Nuril yang viral itu, Kepala Kejaksaan Negeri Mataram memberikan pernyataan bahwa pihaknya akan menunda eksekusi terhadap Baiq Nuril.
"Karena kasus ini viral, kami menunda pemanggilan, Sedianya hadir hari Jumat 16 November 2018, tetapi saya tunda. Mudah mudahan, hari Rabu yang bersangkutan bisa hadir, tetap kami panggil karena protapnya begitu."
"Tetapi, tidak menutup kemungkinan kami juga menunda, tetapi harus kami konsultasikan dengan pimpinan terlebih dahulu (Kejaksaan Tinggi NTB dan Kejaksaan Agung)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Mataram (Kajari Mataram) I Ketut Sumadana,Jumat (16/11/2018).
Faktanya, selang beberapa jam dari pernyataan Sumadana, Nuril menerima surat pemanggilan dimana dirinya diminta menghadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu 21 November 2018 pukul 09.00 Wita.
Dalam kasus penundaan ini, kejaksaan nyatanya hanya menunda 5 hari pemanggilan untuk Nuril.[tribun]