GELORA.CO - Pemerintah China di Xinjiang meluncurkan kampanye anti-halal untuk mengurangi kecenderungan pemilihan bahan-bahan makanan halal di wilayah mayoritas Muslim tersebut. Menurut China, perkara makanan halal bisa menjerumuskan seseorang ke dalam ekstremisme.
Mengutip artikel di media pemerintah China, Global Times, yang diberitakan Reuters pada Senin (9/10), pemerintah Urumqi di Xinjiang mewajibkan para pegawai negeri dan anggota Partai Komunis menentang halal sebagai gaya hidup serta menjunjung tinggi ideologi Marxisme dan Leninisme. Pegawai negeri juga diminta berbicara bahasa Mandarin di Urumqi.
Liu Ming, sekretaris Partai Komunis di Urumqi, mengatakan anggota partai harus menentang tren halal karena dianggap pemikiran yang konvensional. Partai Komunis di Urumqi mengatakan, melalui tren halal ini ritual agama Islam mencoba masuk ke kehidupan China yang sekuler.
"Beberapa perusahaan memasang label halal pada susu, pasta gigi, dan tisu. Pada 2016, penumpang maskapai China Southern Airlines yang terbang ke Urumqi marah setelah penerbangan itu hanya menyediakan makanan halal," tulis Global Times.
"Para ahli mengatakan kecenderungan pan-halal mengaburkan batas antara agama dan kehidupan sekuler. Jadi hal ini memudahkan untuk jatuh ke ekstremisme agama," lanjut Global Times lagi.
AFP menuliskan, pejabat Partai Komunis di Urumqi dalam pesannya di akun media sosial pemerintah kota di WeChat memerintahkan anggota partai untuk bersumpah untuk melawan tren "pan-halal" dan memegang teguh prinsip ateisme.
"Keimanan saya adalah Marxisme-Leninisme...saya harus mengibarkan bendera tinggi-tinggi dan berperang melawan tren pan-halal hingga akhir, memegang keimanan saya, bahkan sampai mati!" bunyi sumpah tersebut.
Partai Komunis China di Urumqi juga memerintahkan agar tidak adanya larangan makanan bagi anggota partai. Bahkan seluruh kantin di kantor pemerintahan Urumqi harus mengubah menunya agar tidak semuanya halal sehingga pegawai "bisa mencoba makanan dari banyak negara."
Pemerintah China secara teori memang membebaskan praktik beragama oleh warganya. Namun dalam praktiknya, pengekangan beragama terjadi terutama di wilayah Xinjiang yang banyak dihuni masyarakat etnis Uighur.
China juga dilaporkan memiliki penjara tersembunyi yang menahan sekitar 1 juta Muslim di Xinjiang. Pemerintah China membantah laporan tersebut dan menegaskan dukungan terhadap kehidupan beragama di Xinjiang. [kmp]