GELORA.CO - Pembakaran bendera di Garut Jawa Barat menui pro kontra di masyarakat. Bahkan para alim ulama dan ormas Islam beda pendapat terkait bendera yang dibakar tersebut.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa bendera yang dibakar merupakan bendera kalimat tauhid. Sebagiannya lagi menyatakan bendera Hizbut Tahir Indonesia (HTI).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa bendera yang dibakar merupakan bendera kalimat tauhid karena di bendera tersebut tidak ada tulisan HTI.
Sementara GP Ansor dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan bahwa bendera yang dibakar adalah bendera HTI.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siroj menyatakan, kalimat tauhid seharusnya tidak dituliskan di bendera atau media lain seperti tembok dan kain.
Menurut Kiai Said, mayoritas ulama besar sejak dahulu sudah melarang menuliskan kalimat Allah, tauhid dan Alquran di media seperti bendera dan tembok.
“Empat imam mazhab sepakat menyebut makruh hukumnya menulis kalimat tauhid di bendera, bahkan sebagian haram,” kata dia di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, seperti dilansir JPNN (Grup Jawa Pos/Pojoksatu.id).
Di depan awak media Said membacakan kitab-kitab para ulama tentang makruhnya menulis kalimat tauhid di bendera.
“Makruh karena ulama khawatir, kalimat ini tidak dihormati dan direndahkan,” sambung Kiyai Said, Rabu (24/10/2018)
Untuk itu, dia meminta semua pihak termasuk dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang kerap menuliskan kalimat tauhid untuk tak perlu lagi melakukannya.
“Terlepas itu HTI, Alqaeda, atau ISIS. Ini mayoritas ulama telah berpendapat makruh,” tandas Kiyai Said.
Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri KH Muhyidin Junaidi mengatakan, sebaiknya Kiyai Said tidak mengalihkan tema sentral pembakaran lafaz tauhid kepada penulisan dari sisi fiqih.
“Itu namanya pengalihan opini publik dan apologistic reason. Ia lupa kali bahwa Alquran sebelum ditemukan mesin percetakan ditulis di atas plopak korma, kulit dan sebagainya. Aneh aneh saja,” ucap Muhyiddin.
Menurutnya, kasus pembakaran bendera tauhid di Garut akan selesai jika semua pihak bisa menempatkan dirinya dengan baik.
“Perbedaan persepsi dan pendapat dalam fiqih tak akan selesai sampai kiamat. Tapi semua sepakat bahwa umat Islam harus menghormati lafaz tauhid,” katanya.
Muhyiddin meminta semua pihak untuk tidak menggiring opini publik seakan-akan yang membawa bendera tauhid adalah kelompok ektrimis, radikalis dan intoleran.
“Analoginya sangat sederhana dan mudah dicerna. Contoh gambar ka’bah sebaiknya dihormati karena kiblat umat Islam. Tapi ada partai yang menjadikannya sebagai logo utamanya,” imbuhnya.
“Bahkan terkadang para prmimpin partai tersebut mendukung seorang non muslim jadi pemimpinnya. Logikanya mereka sudah menyalahi simbul tersebut,” tambahnya.
Dikatakan Muhyiddin, memang tak sedikit pihak yang memanfaatkan lafaz tauhid untuk kepentingannya. Tapi lafaz tersebut terbebas dari segala prilaku tak terpuji manusia.
“Lihat apa yang dilakukan para pendemo di Iran yang mau bakar bendera Saudi yang berlafaz tauhid. Mereka menggunting dulu lafaz tersebut untuk menjaga kesakralannya kemudian bendera warna hijau dengan logo sword/pedang dibakar,” tandas Muhyiddin. [ps]